Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menasehati Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) agar tidak terlalu aktif menyosialisasikan wacana amandemen UUD 1945 untuk hadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Menurutnya, hal itu justru ke depan akan menyulitkan Bamsoet sendiri.
Yusril mengatakan, selama ini ia memperhatikan Bamsoet sangat aktif dalam mensosialisasikan amandemen terkait PPHN. Dari mulai menulis buku hingga melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo.
"Nah, kalau boleh saya menyarankan pak ketua (MPR) mungkin lebih baik pak ketua ini tidak terlalu aktif dalam proses rencana amandemen UUD 45," kata Yusril dalam diskusi daring di kanal Youtube Tribun, Rabu (22/9/2021).
Sebab, kata Yusril, usulan amandemen UUD 1945 untuk hadirkan PPHN pada akhirnya akan sampai ke tangan Ketua MPR RI itu sendiri.
"Dan ketua kemudian mempelajari usulan amandemen itu. Apakah memenuhi syarat formil dan syarat materil atau tidak lalu kemudian kedua bisa memutuskan ini dilanjutkan dengan sidang MPR diundang sidang paripurna membahas amandemen. Atau ketua mengatakan ini permohonan tidak memenuhi syarat karena itu ditolak oleh pimpinan," tuturnya.
Yusril mengatakan, dalam persidangan paripurna pengambilan keputusan amandemen nanti misalnya kemungkinan bisa menimbulkan perdebatan.
Termasuk juga bila mayoritas anggota MPR sudah setuju amandemen namun Ketua MPR menolak, hal itu bisa dilakukan.
Menurutnya, hal tersebut bukan lah hal yang asing terjadi di Parlemen Indonesia. Dalam sejarah, Ketua DPR RI pernah tidak setuju terhadap usulan yang diajukan Perdana Menteri pada 1956.
"Hingga usulan tersebut akhirnya malah terkatung-katung," tuturnya.
Baca Juga: Partai Ummat Nilai Wacana Presiden 3 Periode dan PPHN Lewat Amandemen Tidak Relevan
Untuk itu, sebagai akademisi, Yusril menyarankan kepada Bamsoet untuk tidak terlalu terlihat aktif. Pasalnya, kata dia, justru malah akan menyiksa Bamsoet sendiri sebagai Ketua MPR RI.