Ditagih Keadilan Untuk Dosen USK Saiful Mahdi, Mahfud MD: Kita Usahakan Amnesti

Rabu, 22 September 2021 | 07:18 WIB
Ditagih Keadilan Untuk Dosen USK Saiful Mahdi, Mahfud MD: Kita Usahakan Amnesti
Menko Polhukam Mahfud MD (Dok. Kemenko Polhukam)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, keputusan soal pemberian amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi sepenuhnya berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kendati demikian, ia menyebut bakal membantu agar proses pengabulan dilakukan sesegera mungkin.

Hal tersebut disampaikan Mahfud saat berdialog terkait permohonan amnesti untuk Saiful Mahdi secara virtual, Selasa (21/9/2021).

Adapun dalam kesempatan tersebut, Mahfud berdialog bersama istri dari Saiful Mahdi, Dian Rubianty, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra, dan Damar Juniarto dari Safenet.

Hadir pula sejumlah akademisi seperti Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang dari Universitas Airlangga (Unair) dan Ni’matul Huda dari UIII.

Baca Juga: Dibui karena Kritik Kampus, Saiful Mahdi Tetap Ngajar dari Penjara

"Kita akan memproses, mudah-mudahan bisa secepatnya. Kita usahakan, karena keputusan amnesti ada di Presiden. Kita usahakan agar keputusan tentang ini tidak membutuhkan waktu yang lama,” kata Mahfud.

Pada dialog tersebut, Dian selaku istri dari Saiful mengungkapkan kalau suaminya tidak kunjung selesai menjalani hukuman. Meski Saiful sudah 18 hari di lapas dan diberikan kesempatan untuk tetap mengajar, namun namanya sudah dihapus serta tidak lagi terdaftar sebagai pengajar di Universitas Syah Kuala, Aceh.

Sementara itu, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul Putra memaparkan, perlakuan yang menurutnya tidak adil sejak dari awal Saiful Mahdi diproses dan dilaporkan ke kepolisian hingga naik ke meja persidangan. Sebab, yang menjadi objek kritik Saiful bukan orang dan pribadi, melainkan protes atas kejanggalan hasil tes CPNS di kampusnya.

“Yang dikritik bukan orang dan pribadi, namun kritik protes atas kejanggalan dan ini dalam rangka mencari kebenaran sebagaimana insan akademis,” ujar Syahrul.

Menanggapi beragam masukan tersebut, Mahfud mengatakan, pemerintah sesuai dengan keinginan presiden berdiri pada keyakinan di mana hukum harus menjadi alat membangun ketenangan. Dengan begitu, pemerintah mengeluarkan restorative justice di mana Polri, Kejaksaan serta Mahkamah Agung mengeluarkan hingga delapan peraturan agar tidak mudah menghukum orang.

Baca Juga: Universitas Syiah Kuala Kembangkan Mobil Listrik, PLN UIW Aceh Berikan Bantuan

Kendati demikian, ia mengingatkan kalau restorative justice itu baru diterapkan pada 15 Februari 2021. Sementara kasus yang dialami Saiful itu terjadi pada 2019. Sehingga menurutnya, tidak ada yang bisa disalahkan atas dasar hukum formal, para aparat penegak hukum yang membawa kasus ini ke pengadilan.

Meski begitu, ia menilai kalau permohonan amnesti menjadi sesuatu yang layak untuk kasus Saiful Mahdi.

Kirim Surat ke Jokowi

Sebelumnya, sebanyak 50 organisasi masyarakat sipil (OMS) di Aceh mengirimkan surat dukungan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Mereka meminta pemberian amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi yang dipenjara dalam kasus kasus pencemaran nama baik.

"Pengajuan permohonan amnesti ke Presiden ini merupakan bentuk keprihatinan masyarakat sipil Aceh terhadap Dr Saiful Mahdi yang dipenjara tepat di hari pendidikan," kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Riswati, melansir Antara, Jumat (17/9/2021).

Sesuai dengan hasil Kasasi Mahkamah (MA) yang menguatkan putusan PN Banda Aceh, Saiful Mahdi harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan dan denda Rp 10 juta, karena kritikannya di grup whatsapp internal USK tentang hasil tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut.

Kejaksaan Negeri Banda Aceh menentukan Saiful Mahdi menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.

Seharusnya perbedaan pendapat dalam penerimaan CPNS itu dapat diselesaikan di dalam kampus Universitas Syiah Kuala. Jika perlu dengan mediasi dari perwakilan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Dalam surat amnesti tersebut disampaikan bahwa Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa implementasi UU ITE perlu menjunjung tinggi keadilan.

Keputusan hukum terhadap kritik Saiful Mahdi tidak sejalan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Kapolri, Jaksa Agung dan Menkominfo Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu Dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Karena vonis serupa dapat menimpa siapa saja karena ukuran perbuatan pidana yang dilarang tidak jelas," ujar Direktur Flower Aceh itu.

Melalui surat dan atas dasar kemanusiaan, lanjut Riswati, mereka berharap kemurahan hati Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada dosen Fakultas MIPA USK Banda Aceh tersebut.

"Pemenjaraan seorang dosen dengan kepakaran yang diakui di bidangnya serta berkomitmen tinggi terhadap kejujuran dan kemanusiaan adalah kerugian bagi kita semua," tukasnya.

Diketahui, PN Banda Aceh menjatuhkan hukuman tiga bulan penjara terhadap akademisi USK Saiful Mahdi terdakwa kasus Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Ia mulai menjalani eksekusi penahanan tersebut pada 2 September 2021.

Dosen Fakultas MIPA USK itu dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mentransfer muatan pencemaran nama baik tentang hasil tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut.

Pasca putusan PN Banda Aceh, Saiful Mahdi juga telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh hingga Kasasi ke MA, namun semua putusan menguatkan hasil keputusan PN Banda Aceh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI