Suara.com - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto turut berkomentar soal kasus penganiayaan yang dilakukan Irjen Napoleon Bonaparte terhadap Muhammad Kece. Diketahui, keduanya merupakan tahanan di Rutan Bareskrim Polri.
Bambang berpendapat, penganiayaan yang dilakukan Napoleon murni tindakan pribadi. Artinya, Napoleon melakukan penyiksaan bukan sebagai anggota kepolisian, yakni jenderal bintang dua.
"Pada konteks tersebut, tentunya Napoleon Bonaparte bertindak sebagai pribadi, bukan sebagai aparat kepolisian," ungkap Bambang dalam pesan singkat, Senin (20/9/2021).
Hanya saja, Bambang mendesak agar Polri segera menyampaikan ke publik terkait status Napoleon sebagai seorang anggota kepolisian. Apakah yang bersangkutan masih berstatus sebagai polisi aktif atau tidak, hal tersebut harus segera diumumkan.
Baca Juga: Muka Bengep, Foto Muhammad Kece Babak Belur Dihajar Irjen Napoleon di Rutan Bareskrim
Napoleon diketahui tersandung kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra. Saat itu, dia masih menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri.
"Kepolisian harusnya segera menyampaikan ke publik terkait status Napoleon Bonaparte, masih sebagai anggota kepolisian atau sudah diberhentikan mengingat kasus hukum yang menimpanya," jelasnya.
Konfilik Sesama Tahanan
Bambang mengatakan, kasus penganiayaan itu harus dilihat sebagai konflik sesama tahanan. Ia menegaskan, walau Napoleon merupakan anggota polisi berpangkat jenderal, namun statusnya merupakan seorang tahanan.
"Jadi dalam konteks itu memang harus dilihat sebagai konflik antar sesama tahanan. Hanya kebetulan saja Napoleon sebagai mantan anggota kepolisian dan ini terjadi di penjara kepolisian," kata Bambang.
Baca Juga: Aniaya dan Lumuri Kotoran ke Muhammad Kece, Bareskrim Polri Periksa Napoleon Besok
Menurut Bambang, terjadinya kekerasan yang dilakukan Napoleon terhadap Muhammad Kece bisa dipicu oleh banyak hal. Mulai dari sikap korban atau perilaku pelaku penganiayaan.
Terlepas dari itu, penganiayaan sudah terjadi sehingga kepolisian perlu mengusut tuntas perkara tersebut. Ia meminta agar kepolisian taat hukum dan tidak pandang bulu dengan status Napoleon yang berpangkat Irjen.
"Semua itu harus diselidiki, untuk dijadikan bahan evaluasi pembenahan ke depan," ujar Bambang.
Muhammad Kece Dianiaya
Tersangka kasus dugaan penistaan agama Muhammad Kece dikabarkan dianiaya di dalam Rutan Bareskrim Polri. Dia dianiaya oleh sesama tahanan, yakni Irjen Napoleon Bonaparte.
Informasi itu dibenarkan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andriyanto, ketika ditanya apakah Napoleon adalah penganiaya Kece.
"Sudah tahu bertanya pula," kata Agus saat dikonfirmasi, Sabtu (18/9/2021).
"Betul, dia (terduga pelaku) adalah salah satu tahanan di Bareskrim dan yang melakukan penganiayaan diduga sesama tahanan," kata Rusdi kepada wartawan, Jumat (17/9/2021).
Kendati begitu, Rusdi tak menyampaikan detail kondisi Muhammad Kece. Dia hanya menyebut, hingga kekinian Muhammad Kece masih berada di dalam Rutan Bareskrim Polri.
"Semua dilayani kesehatannya. Tetap ada di Rutan Bareskrim Polri," katanya.
Agus menegaskan, pihaknya mengusut kasus penganiayaan yang dialami Kece di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang Bareskrim Polri setelah kejadian. Terbukti Kece telah melayangkan Laporan Polisi dengan nomor LP 0510/VIII/2021/Bareskrim.Polri pada tanggal 26 Agustus 2021.
"Pasca-kejadian, proses hukum langsung berjalan. Sudah diproses sidik," kata Agus.
Surat Terbuka
Dalam suratnya, Napoleon menyebut dirinya dilahirkan sebagai seorang muslim dan dibesarkan dalam ketaatan agama Islam yang rahmatan lil alamin.
Kemudian, ia mengaku telah melakukan penganiayaan terhadap Muhammad Kece di dalam tahanan. Motifnya dia tidak terima Agama Islam dihina oleh Kace.
"Siapapun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allahku, Al-Quran, Rasulullah SAW dan akidah Islamku, karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apapun kepada siapa saja yang berani melakukannya," kata Napoleon dalam suratnya, Minggu (19/9/2021).
Napoleon juga menilai konten yang disebarkan Muhammad Kece di media sosial sangat berbahaya bagi keberagaman bangsa Indonesia.
"Perbuatan Kace dan beberapa orang tertentu telah sangat membahayakan persatuan, kesatuan, dan kerukunan umat beragama di Indonesia," ucapnya.
Napoleon juga menyayangkan sampai saat ini pemerintah belum menghapus semua konten Muhammad Kace di media yang menurutnya, "telah dibuat dan dipublilasikan oleh manusia-manusia tak beradab itu."
Meski begitu, Napoleon bersedia bertanggung jawab atas apa yang diperbuat terhadap Muhammad Kace di tahanan.
"Akhirnya, saya akan mempertanggung jawabkan semua tindakan saya terhadap Kace apapun risikonya," tutup surat Napoleon.