KontraS: Pergantian Panglima TNI Bukan Hanya Formalitas Tapi Harus Jadi Momentum Perbaikan

Kamis, 16 September 2021 | 21:19 WIB
KontraS: Pergantian Panglima TNI Bukan Hanya Formalitas Tapi Harus Jadi Momentum Perbaikan
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyampaikan pernyataan usai peringatan HUT Ke-74 TNI di Taxy Way Echo Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10/2019) (ANTARA News/Fathur Rochman)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sejumlah masalah yang ada dalam tubuh TNI di bawah kepemimpinan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

KontraS berharap pergantian panglima bukan hanya bersifat formalitas tetapi harus menjadi momentum perbaikan. Diketahui Panglima Hadi akan segera memasuki masa pensiun.

"Seharusnya kaderisasi dalam tubuh militer dijadikan sebagai momentum perbaikan-perbaikan yang signifikan setiap dilakukannya satu proses pergantian ini," kata Peneliti KontraS, Rozy Brilian dalam diskusi Siaran Pers: Pergantian Panglima TNI, Presiden dan DPR Harus Meninjau Masalah Pada Tubuh TNI secara virtual, Kamis (16/9/2021).

Di sisi lain, Rozy juga menilai kalau panglima TNI yang selanjutnya bakal memiliki pekerjaan berat. Hal itu disebabkan oleh adanya permasalahan-permasalahan di dalam tubuh TNI tersebut.

Baca Juga: Belasan Kasus Pemerintah Larang Warga Sampaikan Kritik, KontraS Desak Jokowi Lakukan Ini

Berbicara soal permasalahan, KontraS mencatat beberapa poin yang telah diamati sejak Hadi menjabat sebagai panglima TNI.

Berikut ialah masalah yang disinggung KontraS:

1. Upaya Kembalinya TNI pada Ranah Sipil

Salah satu masalah yang mesti dibenahi oleh Panglima TNI yang baru ialah soal penumpukan status atau jabatan perwira tanpa pekerjaan (non-job).

Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI. KontraS khawatir kalau beleid tersebut dijadikann sebagai legitimasi bagi perwira tinggi yang non-job untuk menempati jabatan-jabatan fungsional di luar struktur institusi TNI atau yang disebutkan dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Baca Juga: Arief Poyuono: Jenderal Andika Pas jadi Panglima TNI, Bisa Diandalkan Kangmas Jokowi

Berdasarkan pemantauan KontraS, setidaknya terdapat 10 perwira TNI aktif menempati posisi strategis di jabatan sipil seperti komisaris di BUMN dan staf khusus menteri.

KontraS memandang kalau penempatan perwira aktif TNI di berbagai jabatan sipil tersebut menunjukkan kegagalan negara dalam membenahi sektor keamanan karena bertentangan dengan semangat dan prinsip profesionalisme.

Penugasan seperti menjadi komisaris dan berbagai jabatan sipil lainnya juga dianggap KontraS bertentangan dengan peran dan fungsi institusi sebagaimana yang diamanatkan oleh UU TNI.

2. Keterlibatan Berlebihan dalam Penanganan Pandemi Covid-19

KontraS menganggap pelibatan TNI dalam penanganan pandemi seakan-akan mengembalikan militerisme di Indonesia dan dinilai seharusnya tidak perlu dilakukan. Alih-alih melibatkan TNI, seharusnya pemerintah menyerahkan langkah-langkah mitigasi dan penanganan pada otoritas kesehatan.

Keterlibatan TNI juga dinilai KontraS bertentangan dengan cita-cita reformasi sektor keamanan yang menghendaki adanya batasan-batasan yang tegas bagi tugas dan fungsi lembaga militer.

Lagipula di sisi lain, keterlibatan TNI juga tidak berhasil menurunkan angka penyebaran Covid-19. Kondisi tersebut malah diperparah dengan keputusan Presiden yang menunjuk TNI untuk menyalurkan bantuan kepada pegadang kaki lima dan warteg.

3. Keterlibatan dalam Penanganan Aksi Massa

TNI juga sempat diminta untuk melakukan penanganan aksi massa yakni pada aksi May Day, aksi 21-22 Mei 2019 dan aksi mahasiswa pada 23-24 September 2019. KontraS berharap tindakan-tindakan di luar tugas TNI seperti itu harus dihentikan.

Pasalnya, keberadaan TNI di ranah sipil bukan hanya menjadi ancaman bagi kebebasan individu, melainkan juga menjadi ancaman bagi kebebasan publik secara luas. Sebab, pada dasarnya TNI memiliki tugas untuk menjaga sektor pertahanan, sehingga pendekatan yang dilakukan mereka pun ialah pendekatan pertahanan.

Panglima yang selanjutnya terpilih diharapkan KontraS bisa fokus pada kerja-kerja pertahanan yang tantangannya semakin berat. Menurutnya butuh sebuah pembenahan di tubuh kelembagaan TNI secara menyeluruh agar tidak terlibat jauh mencampuri urusan sipil dalam rangka mewujudkan reformasi sektor keamanan.

4. Diaktifkannya Komponen Cadangan Sebagai Penerapan UU PSDN

KontraS menilai pembentukan Komponen Cadangan merupakan langkah yang terburu-buru dan tidak menjadi urgensi untuk keadaan saat ini. Selain itu, landasan hukum yang mengatur pembentukan Komponen Cadangan juga memiliki beberapa permasalahan dalam konteks tata kelola negara demokrasi berbasis hak asasi manusia, sehingga ditakutkan akan menimbulkan berbagai masalah baru.

Sementara itu, KontraS menganggap kalau fokus utama saat ini semestinya ialah memodernisasi alutsista serta meningkatkan kesejahteraan prajuritnya guna mewujudkan tentara yang profesional.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI