Kebakaran Lapas Tangerang: Siapa Tanggung Jawab dan Bisakah Kejadian Serupa Dicegah?

Siswanto Suara.Com
Rabu, 15 September 2021 | 07:00 WIB
Kebakaran Lapas Tangerang: Siapa Tanggung Jawab dan Bisakah Kejadian Serupa Dicegah?
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). ANTARA FOTO
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Tangerang yang menewaskan puluhan narapidana  memunculkan kembali  masalah kronis mengenai jumlah warga binaan yang melebihi kapasitas.

Selain itu juga mencuatkan masalah tentang buruknya pemeliharaan sistem kelistrikan lapas yang diyakini menjadi pemicu kebakaran maut yang terjadi pada Rabu (8/9/2021).

Lapas Kelas 1 Tangerang diakui Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengalami over kapasitas hingga 400 persen.  Lapas Tangerang dibangun pada 1972. Yasonna mengatakan dulu pernah ada penambahan daya listrik, namun tidak ada perbaikan pada instalasi listrik. "Nah, Lapas Tangerang ini over kapasitas 400 persen, penghuni ada 2.072 orang," kata Yasonna dalam konferensi pers di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (8/9/2021).

Yasonna Laoly dan jajarannya dianggap oleh peneliti melakukan kelalaian sehingga harus bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran tersebut dan mestinya membuat dia malu.

Baca Juga: Minta Kebakaran Lapas Tangerang Diusut, Keluarga Korban: Kenapa Cuma C2 yang Kebakar?

Kondisi daya tampung dan pengelolaan Lapas Kelas 1 Tangerang ibarat fenomena gunung es.

Tetapi menurut pendapat salah satu anggota komisi hukum DPR, Yasonna Laoly mundur pun tidak akan menjamin problematika lapas di Indonesia akan selesai. Sebab, jika masalah lapas diibaratkan penyakit, "Sudah akut stadiumnya mungkin sudah stadium empat kalau kanker, jadi memang keadaannya berat."

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4) [suara.com/Kurniawan Mas'ud]

Enjum teringat percakapannya dengan Juaeni sebagaimana diceritakan kepada BBC Indonesia. Enjum ibu dari Juaeni, salah seorang napi yang meninggal dunia. Juaeni dalam salah satu percakapan mengutarakan cita-citanya setelah nanti bebas dari penjara yaitu membeli sepeda motor RX King dan menikah. 

Enjum mendukung cita-cita putranya. Enjum dari ujung telepon berpesan, "Nanti kalau sudah di rumah, sudah tua umurnya, ya kata saya jangan terulang lagi. Lebih baik cari kerjaan. Terus untuk masa depan, punya istri. 'Iya' kata dia 'mudah-mudahan'."

Juaeni telah menjalani tujuh tahun masa hukuman dari vonis 13 tahun enam bulan atas kasus kepemilikan narkoba. Juaeni masuk penjara setelah lulus sekolah menengah kejuruan, ketika itu umurnya 18 tahun.

Baca Juga: Soal Sengkarut Lapas, Arsul Sani: Kalau Menterinya Mundur Tak Juga Selesaikan Masalah

Ibu dan anak itu sudah dua tahun terakhir tidak bisa bertemu. Selama itu, percakapan mereka hanya boleh melalui sambungan telepon. Terakhir kali mereka berbicara empat hari sebelum kebakaran maut terjadi.

Petugas memasukkan peti jenazah jenazah korban kebakaran Lapas Tangerang ke dalam ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (14/9/2021). [Suara.com/Yaumal Asri Adi Hutasuhut]
Petugas memasukkan peti jenazah jenazah korban kebakaran Lapas Tangerang ke dalam ambulans di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (14/9/2021). [Suara.com/Yaumal Asri Adi Hutasuhut]

Yasonna Laoly dianggap menjadi orang yang paling bertanggungjawab atas kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang. Peneliti dari lembaga Imparsial Hussein Ahmad dalam laporan Suara.com berkata, "Ada 44 orang yang meninggal dalam tragedi tersebut, di sana ada tangan pemerintah yang berlumuran darah, Menkumham Yasonna Laoly semestinya tidak perlu dituntut mundur karena dia sendiri yang harusnya malu dan mengundurkan diri."

Pernyataan sikap Imparsial disampaikan bersama LBH Jakarta dan LPBH Nahdlatul Ulama Tangerang.

"Adanya kelalaian menteri hukum dan HAM, dirjen pemasyarakatan, kepala kantor wilayah Banten Kemenkum HAM dan kepala Lapas Tangerang dalam menjalankan tugasnya yang dapat dimintakan pertanggungjawaban ke hadapan hukum," pengacara publik LBH Masyarakat Ma'ruf Bajammal menambahkan.

Kebakaran tersebut disebut Ma'ruf sangat sistematik. Mulai dari persoalan kapasitas sel yang melebihi batas sehingga pemeliharaan akan sistem kelistrikan menjadi tidak optimal.

"Tidak berjalannya SOP penanganan kebakaran sehingga menyebabkan banyak korban berjatuhan," katanya.

LBH Masyarakat menyatakan akan melakukan pendampingan hukum terhadap keluarga korban.

"Kami akan melakukan advokasi dan bersedia memberikan bantuan hukum dan mendampingi sepenuhnya secara cuma-cuma (pro bono) pihak-pihak yang ingin meminta pertanggungjawaban pemerintah di hadapan hukum kepada korban dan keluarga korban dari peristiwa kebakaran Lapas Tangerang," katanya.

Mundur tak selesaikan masalah

Atas munculnya desakan agar Yasonna Laoly mundur dari Kementerian Hukum dan HAM, Arsul Sani skeptis permasalahan yang terjadi di lapas bakal selesai begitu saja. 

"Kalau soal mundur atau tidak mundur itu kembali kepada pak menterinya, memangnya kalau menterinya mundur masalahnya selesai, kan nggak selesai juga," kata Arsul.

Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). ANTARA FOTO
Foto suasana Blok C2 pascakebakaran di Lapas Dewasa Klas 1 Tangerang, Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). ANTARA FOTO

Komisi III DPR berpandangan untuk menyelesaikan masalah lapas kuncinya terletak pada pembenahan  sistem, "Bukan siapa yang jadi menteri."

Apalagi, persoalan yang terjadi di lapas sudah benar-benar berat dan berlangsung dari dulu. Jika diibaratkan penyakit, kata Arsul Sani, "Sudah akut stadiumnya mungkin sudah stadium empat kalau kanker, jadi memang keadaannya berat."

"Kalau kemudian kita hanya menyalahkan kemenkumham saja bahwa kemenkumham ada dalam salahnya, itu iya, tetapi paling tidak ini ada turut sertanya, ada Pasal 55-nya ini kalau dalam KUHP, ada penyertaannya."

Mengenai kenapa lapas mengalami over capacity, Arsul Sani menjelaskan, "Kita juga sudah sama-sama tahu dan sudah juga disampaikan oleh banyak pihak bahwa separuh penghuni lapas kita berasal dari terpidana kasus narkoba dan dari yang terpidana kasus narkoba yang ini angkat persisnya atau persentasenya saya belum cek pada posisi sekarang, tapi paling tidak dikisaran 50 persen."

"Apalagi yang di daerah-daerah, dia hanya pengguna, tapi tetap diproses hukum, ada juga yang bersu'udzzon, kalau bisa nge-deal ya rehabilitasi, kalau nggak ya jalan terus."

Akibat penegak hukum yang dinilai tak maksimal menjalankan aturan, terutama Pasal 127 UU Narkotika, banyak penyalahguna narkotika berstatus sebagai pengguna tetap dimasukkan ke dalam penjara dan akhirnya menimbulkan over capacity, kata Arsul Sani.

"Inilah sebetulnya sumber utama, tahu juga kita karena kasus nakotika, teman-teman bisa bayangkan kalau penegakan hukum kita sesuai dengan politik hukum kita di narkotika, maka over kapasitasnya, bukan saya mengatakan ini tidak terjadi, tetapi ini akan sangat banyak bisa dikurangi ya paling kalaupun over kapasitas hanya 10 sampai 15 persen atau paling tinggi-tingginya 20 persen."

Paman Juaeni bernama Upi dalam laporan BBC Indonesia mengaku kurang percaya dengan alasan yang pernah disampaikan Yasonna Laoly bahwa penyebab kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang karena korsleting listrik.

Dia berkata, "Saya minta dibuka dengan sejujur-jujurnya dibuka dengan keterbukaan ke masyarakat khususnya ke keluarga korban apa yang sebenarnya terjadi di Lapas Tangerang yang menjadi korban kebakaran ini.  Karena itu kan Lapas Kelas A. Masa iya sih fasilitasnya tidak bagus?"

"Kalau ada kelalaian, kata Jueni, siapa yang punya kebijakan di situ? Apakah lapas, apakah penjaga blok? "Ya kita nggak tahu pastinya, yang tahu hanya mereka dan kepolisian lebih tahu siapa yang bertanggung jawab."

Upi berharap jika kebakaran tersebut ternyata ada faktor kesengajaan, keluarganya diberitahu supaya ada upaya keadilan yang dilakukan untuk para korban.

Dalam laporan Suara.com pada Selasa (14/9/2021), Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menyebut, “Adanya kelalaian sehingga mengakibatkan orang meninggal dunia, penyidik menilai sudah ada potensial suspek (tersangka).”

Orang yang kemungkinan bakal ditetapkan menjadi tersangka, “Lebih dari satu."

Tapi polisi belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai perkembangan penyidikan, "Kita tunggu saja kerja dari penyidik.” 

“Sampai saat ini penyidik masih dalam proses pendalaman, yaitu adanya kesengajaan dan juga kealpaan sehingga mengakibatkan kebakaran dan tentunya kebakaran itu berdampak terhadap nyawa orang. Ini masih didalami oleh penyidik.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI