Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada 13 kasus persekusi yang dilakukan terhadap muralis sepanjang Juli-Agustus 2021. Kondisi tersebut, menurut KontraS, menjadi bukti negara justru tidak memberikan ruang ekspresi kritik dari warga.
Sejumlah 13 kasus persekusi itu terbagi menjadi beberapa isu yakni, 11 tindakan penghapusan mural yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, 1 tindakan perburuan pelaku dokumentasi mural yang berujung korban didatangi oleh pihak kepolisian, dan 1 persekusi pembuat konten mural di Tangerang.
Kemudian sepanjang Januari hingga Juli 2021, KontraS juga mencatat mencatat setidaknya ada 13 kasus penangkapan sewenang-wenang yang terdiri dari 8 kasus penangkapan UU ITE yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia terkait dengan 2 penangkapan isu kinerja institusi, 1 isu mengenai kritik institusi, 2 isu mengenai Papua, dan 3 isu mengenai kinerja pejabat.

Selanjutnya, ada 2 kasus penangkapan sewenang-wenang terkait kritik terhadap PPKM, dan yang terakhir adalah 3 penangkapan terkait kritik kinerja kepada pejabat.
Kasus paling hangat yang terjadi saat beberapa mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) membentangkan poster berisi kritikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat orang nomor satu Indonesia itu berada di Solo menghadiri Forum Rektor se-Indonesia di Auditorium Fakultas Kedokteran UNS.
"Berangkat dari sejumlah pola pembatasan yang terjadi di berbagai ruang, hal ini menunjukkan bahwa Negara tidak memberikan ruang ekspresi kritik warga negara terhadap kondisi yang dialami atau merespons sikap negara atas kebijakan tertentu," kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/9/2021).
"Peristiwa ini juga menunjukkan eskalasi yang terus meningkat dalam konteks pembatasan kebebasan berekspresi yang terjadi baik di ruang luring maupun daring," sambungnya.
Beberapa kasus tersebut juga dinilainya menjadi wujud dari Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang masih alergi dengan kritikan-kritikan dari warganya sendiri.
Kondisi tersebut justru kontradiktif dengan pernyataan Jokowi yang mempersilahkan kritik, tapi tidak menjamin ruang dan bentuk ekspresi kritik warga negara.
Baca Juga: KontraS: Negara Wajib Hadir Menjamin Perlindungan Pembela HAM
"Penghapusan mural, penangkapan sewenang-wenang, kritik berujung UU ITE, dan lain-lain merupakan salah satu bagian kecil yang sejatinya banyak kejadian tengah terjadi di masyarakat terkait ancaman pengkerdilan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang memiliki konsekuensi panjang pada kebebasan sipil di Indonesia," ungkapnya.