Suara.com - Anggota Komisi I DPR RI Dave Laksono mendesak Badan Intelijen Negara (BIN) dan juga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mendalami soal kasus dugaan adanya peretas (hacker) China yang telah menembus jaringan internal 10 kementerian/lembaga Pemerintah Indonesia, termasuk situs resmi BIN.
Dave mengatakan, kasus peretasan tersebut menunjukkan lemahnya sistem digitalisasi di Indonesia.
"Ini menunjukan betapa lemahnya sistem digitalisasi kita, padahal kita sudah mengembor-gemborkan industri 4.0 dan juga internet of things. Lalu kita juga terus mendorong tuk pelayanan-pelayanan kepda masyarakat diarahkan ke sistem elektronik," kata Dave saat dihubungi, Senin (13/9/2021).
Dave mengatakan, persoalan ini tak cukup hanya Kominfo yang turun tangan. Ia mendesak juga BIN hingga BSSN turun tangan.
Baca Juga: Peretas China Diduga Bobol Situs BIN dan Kementerian, Ahli: Peringatan Perbaiki Sistem
"Dan bukan hanya Kominfo yang harus menanggapi. Akan tetapi BIN, Polri dan BSSN harus segera serius mendalami hal ini," tuturnya.
Lebih lanjut, Politisi Partai Golkar ini menilai diperlukan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi masalah peretasan. Pasalnya, ia menilai ini mengancam keselamatan data masyarakat Indonesia.
"Dan juga ada langkah-langkah kongkrit serta kebijakan jangka panjang dlm penanganan masalah ini," tandasnya.
Peretasan
Sebelumnya diketahui, peretas China telah menembus jaringan internal setidaknya 10 kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia, termasuk situs resmi badan intelijen utama Indonesia, Badan Intelijen Negara (BIN).
Baca Juga: BIN Daerah Kaltim Sasar Pelajar di Balikpapan dan Bontang, Siapkan 5.500 Dosis Vaksin
Penyusupan, yang ditemukan oleh Insikt Group, divisi penelitian ancaman Recorded Future, telah dikaitkan dengan Mustang Panda, peretas China dikenal dengan spionase siber yang menargetkan kawasan Asia Tenggara.
Peneliti Insikt pertama kali menemukannya pada April tahun ini, ketika mereka mendeteksi server command and control (C&C) malware PlugX, dioperasikan grup Mustang Panda, berkomunikasi dengan host di dalam jaringan Pemerintah Indonesia.
Komunikasi ini kemudian ditelusuri kembali ke setidaknya Maret 2021. Titik intrusi dan metode pengiriman malware masih belum jelas.
Peneliti Insikt Group memberi tahu pihak berwenang Indonesia tentang penyusupan tersebut pada Juni 2021 dan kemudian lagi pada Juli di tahun yang sama.
Sebagaimana melansir dari The Record, Minggu (12/9/2021), para pejabat dari Indonesia disebut tidak memberikan umpan balik untuk laporan tersebut.