Suara.com - Tahun depan, Jueni semestinya sudah bisa pulang ke rumah sekaligus memeluk ibunya, bersenda gurau lagi dengan empat saudaranya, bekerja, mengumpulkan uang untuk membeli motor impiannya RX King serta membangun rumah tangga.
Impian-impian pria berusia 25 tahun itu pernah dibicarakan dengan Enjum, ibunya. Namun semua cita-cita tersebut ambruk akibat kebakaran hebat yang melahap sebagian Lapas Kelas I Tangerang, Banten, Kamis 9 September lalu.
Juaeni bersama dengan 43 korban lainnya masuk ke dalam daftar narapidana yang tidak selamat.
Baca Juga:
- Lapas Tangerang: Mengapa tingkat hunian penjara-penjara di Indonesia selalu melebihi kapasitas?
- Korban kebakaran Lapas Tangerang bertambah, 44 orang tewas termasuk dua WNA
"Nanti kalau sudah di rumah, sudah tua umurnya, ya kata saya jangan terulang lagi. Lebih baik cari kerjaan. Terus untuk masa depan, punya istri. 'Iya' kata dia 'mudah-mudahan'," kata Enjum mengenang percakapan itu sambil menyeka air mata.
Baca Juga: Kebakaran Lapas Tangerang, Polisi Bakal Periksa 14 Saksi Termasuk Kalapas
Jueni sudah menjalani tujuh tahun masa hukuman dari vonis 13 tahun enam bulan atas kasus kepemilikan narkotika. Dia mendekam di penjara usai lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat usianya masih 18 tahun.
Terakhir kali, Enjum dapat memegang wajah anaknya dua tahun silam saat besuk ke dalam penjara. "Ini mah udah dua tahun nggak bisa dibesuk," tutur Enjum dengan suara bergetar.
Selama dua tahun terakhir, Enjum dan keluarga hanya bisa berbicara dengan Jueni melalui sambungan telepon. Jueni terakhir melakukan komunikasi pada Sabtu, 4 September atau empat hari sebelum kebakaran.
Enjum mengatakan, anaknya memiliki kebiasaan menelpon empat saudaranya yang lain saat malam. Kala mengobrol di sambungan telepon, Enjum mengaku sering meminta Jueni mengakhiri obrolannya di telepon.
Sebabnya, dia tak kuat mendengar Jueni mengeluh kangen. "Katanya kalau ngobrol lama, ingat ingin pulang saja, ingat sama orang tua gitu," kata Enjum menirukan kata-kata anaknya.
Baca Juga: Polisi Periksa 14 Saksi Kasus Kebakaran Lapas Tangerang, Bakal Ada Tersangka?
Enjum masih ingat betul, beberapa waktu lalu, Jueni mengeluh kesal dengan keadaan dirinya di Lapas.
"Kesal, ingin pulang. Kata saya, 'Ya gimana, kan nggak sama kayak di kobong [pesantren tradisional]. Kalau di kobong kan mau pulang bisa kapan saja, kalau di situ kan gimana mau pulang?'" kata Enjum saat ditemui wartawan Muhammad Iqbal yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Enjum selalu meminta anaknya bersabar menjalani kehidupannya. Sebab, kata Enjum, dirinya dan suaminya, Karna, 56 tahun, -- yang sehari-hari berdagang bakso keliling kampung -- sudah mengajukan pembebasan bersyarat.
"Nggak lama lagi juga mau bebas dia, sudah saya urus-urusin itu (bebas bersyarat) pihak Lapas juga," kata warga Kabupaten Serang, Banten ini.
Masih belum yakin
Sampai kini, Enjum masih tidak percaya Jueni masuk daftar puluhan korban tewas. "Karena anaknya di [bagian] Blok A," kata Enjum.
Enjum berharap tim DVI Polri segera mengidentifikasi jasad yang memiliki kesamaan DNA dengannya. Ia juga ingin meyakinkan dirinya bahwa Jueni anaknya sudah meninggal, dengan cara melakukan prosesi pemakaman selayaknya.
"Kalau sudah pulang, benar berarti, sudah tes DNA, berarti sudah cocok. Berarti sudah itu anak saya, ini kalau belum ada kepastian itu kayaknya nggak percaya itu anak saya," kata dia.
Dibuka sejujur-jujurnya
Upi, paman Jueni, merasa skeptis dengan alasan yang dijabarkan Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly bahwa musabab kebakaran Lapas adalah arus pendek listrik.
"Saya minta dibuka dengan sejujur-jujurnya dibuka dengan keterbukaan ke masyarakat khususnya ke keluarga korban apa yang sebenarnya terjadi di Lapas Tangerang yang menjadi korban kebakaran ini.
"Karena itu kan Lapas kelas A. Masa iya sih fasilitasnya tidak bagus?" kata Upi, yang mengurusi segala macam urusan Jueni saat ini.
Kalau ada kelalaian, kata Jueni, siapa yang punya kebijakan di situ? Apakah Lapas, apakah penjaga blok? "Ya kita nggak tahu pastinya, yang tahu hanya mereka dan kepolisian lebih tahu siapa yang bertanggung jawab," kata Upi.
Upi mengatakan, jika nantinya diketahui bahwa kejadian nahas yang menimpa keponakannya ada unsur kesengajaan, dirinya meminta segera diberitahukan, agar ada upaya keadilan yang dilakukan untuk para korban.
Polisi temukan unsur pidana
Sejauh ini kepolisian telah menaikkan status kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang dari penyelidikan ke penyidikan. Artinya, dalam kasus ini terdapat unsur pidana yang harus dipertanggungjawabkan.
Belum ada tersangka, tapi kepolisian akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan, mengatakan akan memanggil Kalapas Kelas I Tangerang bersama 14 pegawai lapas yang melaksanakan piket hari itu.
Selain itu, kepolisian juga akan menggali keterangan dari "tujuh orang warga binaan, pemeriksaan pada tiga orang anggota damkar, tiga orang saksi dari PLN."
"Pemeriksaan sebagai saksi dilaksanakan pada hari Senin, 13 September 2021, di Polda Metro Jaya," Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu, (11/09).
Sejumlah barang bukti yang disita kepolisian antara lain rekaman CCTV, belasan HP, gembok dan anak kunci, "serta barang bukti lain terkait tindak pidana".
Wartawan Muhammad Iqbal di Serang berkontribusi dalam artikel ini.