Suara.com - Presiden Joko Widodo menegaskan sikap menolak wacana menjabat presiden tiga periode. Dia mengharapkan para pendukungnya "tegak lurus" dengan sikap menolak wacana perpanjangan masa jabatan kepala negara.
Jokowi menegaskan tegak lurus pada UUD 1945 dan setia pada hasil reformasi 1998.
Di tengah menguatnya wacana, seorang pakar hukum tata negara menyarankan kepada Jokowi untuk kembali menyampaikan sikap menolak diusung menjadi presiden pada pemilu 2024.
Juru bicara presiden, Fadjroel Rachman, mengatakan Jokowi tidak melarang siapapun membahas wacana tersebut, tetapi kepala negara berharap pendukung memahami keputusannya.
Baca Juga: Ini Pembaca Doa Dalam Pertemuan Presiden Jokowi dengan Kepala Daerah di Sulawesi Selatan
"Tapi beliau sudah sampaikan sikap politik dan memang hendaknya siapapun yang mendukung beliau itu hendaknya juga tegak lurus dengan Pak Jokowi," kata Fadjroel dalam diskusi di Jakarta, hari ini.
Jokowi tetap tak bersedia dicalonkan lagi menjadi presiden, walaupun partai politik pendukung menginginkannya.
"Pertama amendemen urusan MPR lalu agenda amendemen merupakan urusan MPR dan soal sikap politik adalah menolak perpanjangan tiga periode dan keempat berharap semua pendukung beliau setia tegak lurus sikap politik beliau," kata Fadjroel.
Dalam Pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1 dikatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Pernyataan Presiden Jokowi sudah disampaikan beberapakali, di antaranya pada 15 Maret 2021.
Baca Juga: Soal Isu Amandemen UUD 1945, Jokowi Diminta Kembali Tunjukkan Sikapnya Tolak 3 Periode
"Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode, itu yang harus kita jaga bersama. Janganlah membuat gaduh baru, kita sekarang fokus pada penanganan pandemi," ujar Stafsus Presiden mengulangi pernyataan Jokowi dalam pernyataan tertulis, Sabtu (19/6/2021).
Sebelum 15 Maret 2021, Jokowi juga sudah menegaskan sikap.
"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode itu, ada tiga (motif) menurut saya. Satu, ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," ujar Jokowi.
Itulah sebabnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB Jazilul Fawaid mengaku heran ketika ada yang menganggap Jokowi ingin memperpanjang masa jabatan.
Jazilul kemudian menyebut ada sekelompok kecil pendukung Jokowi yang kerap mendengungkan wacana presiden tiga periode.
"Faktanya ada kelompok kecil dan itu dikenal sebagai pendukung Pak Jokowi yang mengkampanyekan tiga periode, dan itu yang menjadi soal menurut saya sehingga tujuannya ke Pak Jokowi, padahal Pak Jokowi sudah menjawab bolak-balik, tetapi kan ada yang pakai kaosnya, ada kaos tiga periode, ada deklarasi untuk tiga periode," kata Jazilul dalam diskusi bersama Fadjroel.
Walaupun wacana kembali mencuat, Jazilul mengatakan MPR tidak pernah membahasnya.
Dia mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali pada konstitusi UUD 1945 dan percaya dengan sikap Jokowi yang tidak bersedia dicalonkan lagi di pemilu mendatang.
Di era demokrasi, kata Jazilul, tentu tidak ada larangan bagi siapapun untuk mendengungkan wacana tiga periode. Tapi jalur penyampaiannya mesti tepat.
"Disampaikan ke institusi yang benar, sampaikan kepada MPR, kalau tidak mau ke MPR secara keseluruhan sampaikan kepada PKB. kita akan pertimbangkan, kan begitu. Namanya wacana, namanya juga wacana yang berkembang di masyarakat," kata dia.
"Tetapi belum besar wacana ini, persoalannya bagaimana kalau wacana ini membesar akibat pandemi misalkan dan hal-hal yang lain."
Wakil Ketua MPR dari PKS Hidayat Nur Wahid pesimistis wacana tersebut didukung partai, apalagi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sudah memberikan sinyal tidak mendukung amandemen UUD 1945 sebagai pintu perubahan masa jabatan presiden.
"Kalau dari PDIP tidak mendukung, ya sudah selesailah," kata Hidayat dalam diskusi.
Mengutip dari tanggapan Jazilul Fawaid bahwa bukan sebuah dosa apabila ada partai politik pendukung yang mendukung adanya penambahan masa jabatan presiden. Tetapi, Hidayat mengingatkan PDI Perjuangan sebagai partai pengusung Jokowi tidak menghendaki adanya amandemen UUD 1945.
"Tegas Ibu Megawati menyampaikan tidak setuju atau tidak menghendaki adanya perubahan UUD 1945 untuk perpanjangan masa jabatan Presiden. Itu diulangi kembali oleh Pak Ahmad Basarah dalam berbagai kesempatan," ujarnya.
"Beliau (Megawati) mengkritik keras salah satu tokoh nasional yang menuduh dalam tanda kutip Pak Jokowi ingin memperpanjang masa jabatan presiden. Demikian juga yang disampaijkan oleh Sekjen Pak Hasto Kristiyanto."
Sedangkan pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar berharap Jokowi kembali menunjukkan sikap menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden melalui amandemen UUD 1945, meski sebelumnya sudah berulangkali menyatakannya kepada publik.
"Sepanjang yang saya ikuti ya pesan pak presiden itu sangat jelas diawal ketika beliau mengatakan semua usulan berkaitan tiga periode itu tiga hal yang mau menampar saya, cari muka, atau yang gitu-gitu, itu pesannya jelas banget," kata Zainal dalam diskusi.
Seiring berjalannya waktu, ketegasan Jokowi dinilai kian memudar di tengah wacana yang semakin menguat, ditambah dengan Ketua MPR dari Partai Golkar Bambang Soesatyo sering menyampaikan wacana tersebut setiap kali pidato kenegaraan.
"Sekarang ketika isu amandemen naik, saya pikir harusnya mungkin bayangan saya presiden memberikan pesan yang jelas," katanya. [rangkuman berita Suara.com]