Suara.com - Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam menilai pekerjaan rumah untuk Panglima TNI baru nantinya ialah memiliki keberanian untuk mereformasi pengadilan militer. Menurutnya, keberanian untuk mengubah pengadilan militer ke arah yang lebih baik menjadi penting dalam penegakan hukum dalam konsep demokrasi.
Choirul mengatakan apabila reformasi tidak dilakukan untuk pengadilan militer maka tidak akan bisa membicarakan bagaimana pelaksanaan HAM yang baik atau penegakkan hukum yang adil.
"Berani enggak nanti kalau ada panglima yang baru, berani untuk reformasi pengadilan militer. Itu pilihan penting dalam konteks demokrasi," kata Choirul dalam diskusi diskusi publik bertajuk Pergantian Panglima TNI dan Transformasi TNI secara daring, Kamis (9/9/2021).
Ia mencontohkan dengan kasus di mana sipil mengalami tindakan represif dari aparat militer hingga meninggal dunia.
Baca Juga: Kantongi Keterangan MS, Komnas HAM akan Periksa KPI dan Polres Metro Jakpus Rabu Depan
Aparat militer tersebut kemudian diadili di pengadilan militer namun hukumannya hanya sekitar 1 hingga 2 tahun.
"Ini kan suatu proses yang menghina pengadilan itu sendiri," ujarnya.
Lagipula, Choirul menganggap sebagai tantangan karena selama ini pengadilan militer belum pernah mengalami reformasi. Ia meyakini kalau misalkan ada pengadilan militer akan melengkapi road map atau perjalanan militer di Indonesia yang semakin profesional.
Bahkan menurutnya pihak TNI beberapa kali menghubungi dirinya untuk menanyakan terkait operasi militer dalam konteks HAM. Dalam arti lain, pihak TNI sudah mau terbuka untuk berdiskusi dengan Komnas HAM untuk tidak menyingkirkan HAM dalam setiap menjalankan tugasnya.
"Saya yakin kalau ada pengadilan militer akan melengkapi road map perjlanan profesionalitas militer kita yang semakin lama semakin profesional, bukan enggak ada perubahan," ujarnya.
Baca Juga: Kebakaran Maut Lapas Tangerang, Komnas HAM Minta Evaluasi Lapas Secara Menyeluruh
"Misalnya sekarang ini, kami beberapa kali diajak diskusi dengan teman-teman TNI untuk merumuskan bagaimana sebenarnya operasi yang harus dilakukan oleh militer dalam konteks HAM. Saya beberapa kali dihubungi, saya jawab ya seperti yang saya omongkan ini, ya hukum humaniter dan sebagainya."