Transformasi TNI, Harus Hilangkan Budaya Mark Up Anggaran

Jum'at, 10 September 2021 | 05:25 WIB
Transformasi TNI, Harus Hilangkan Budaya Mark Up Anggaran
Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Madago Raya melakukan patroli di pergunungan Manggalapi, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Rangga Musabar
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai perlu adanya transformasi tata kelola anggaran TNI yang nilainya sangat tinggi. Dengan nilai anggaran yang fantastis bukan tidak mungkin berpotensi lahirnya korupsi dengan pemahalan atau mark up anggaran.

Hal tersebut disampaikan Adnan berdasarkan hasil audit BPK terhadap laporan keuangan unit organisasi TNI AD pada 2020. Ia memperlihatkan adanya 4 pengadaan dari 2 satuan kerja yang berbeda. Total nilai kontrak dari 4 pengadaan itu yakni Rp 80.736.045.338.

Sementara pemahalan anggaran yang ditemukan itu mencapai Rp 21.297.369.655.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo.

"Kita belum lihat berapa nilai kontrak untuk keseluruhan kegiatan selama 1 periode atau 1 tahun. Ini tentu menjadi miris karena tadi kenaikan anggarannya signifikan tapi tata kelolanya enggak diperbaiki," kata Adnan dalam diskusi publik bertajuk Pergantian Panglima TNI dan Transformasi TNI secara daring, Kamis (9/9/2021).

Baca Juga: TNI AU Beli Hercules C-130J dari Lockheed Martin

"Misalnya di tabel 4 itu ada nilai proyek Rp 23 miliar kontraknya tapi nilai kemahalannya mencapai Rp 14 miliar. Bayangkan ini kan sesuatu yang mengkhawatirkan," sambungnya.

Itu dianggap Adnan masih sebagian kecil karena masih ada anggaran yang lebih tinggi lagi yakni pengadaan alutsista yang juga berpotensi memicu adanya praktik korupsi.

Adnan menganggap hal tersebut bisa saja terjadi karena masalahnya institusi TNI yang memiliki wewenang produktif, memiliki senjata serta kekuatan secara politik. Di satu sisi kehadirannya dibutuhkan oleh politisi dan pada saat yang sama praktek pengelolaan anggarannya yang sangat tertutup.

Sehingga sistem pengendalian internal organisasinya tidak terlalu berjalan efektif. Adapun DPR RI yang juga bertugas sebagai pengawas tidak terlalu serius soal keuangan serta tata kelolanya.

"Selama ini lebih banyak ngomong soal anggaran TNI berapa, naik berapa, pengadaannya apa, dan seringkali rapat-rapatnya juga dilakukan secara tertutup," tuturnya.  

Baca Juga: Belum Tahu Kapan BST Tahap 7-8 Cair, Legislator: Diduga DKI Tak Punya Anggaran

Karena itu perlu adanya strategi untuk mengubah kebiasaan pemahalan atau mark up dalam mengelola anggaran. Setidaknya TNI bisa menggandeng stakeholder lainnya untuk memperbaiki tata kelola anggaran untuk pengadaan barang.

"Misalnya LKPP atau menggandeng BPK, KPK dan lain-lain. Karena kalau kita menggunakan pendekatan enforcement, KPK juga tidak bisa masuk. Oleh karena itu akan lebih baik jika pendekatan yang dilakukan, pendekatan memperbaiki sistem di dalam."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI