Overcrowding karena Pengguna Narkoba, Polisi hingga Hakim Disebut Tak Peduli Kondisi Lapas

Rabu, 08 September 2021 | 14:39 WIB
Overcrowding karena Pengguna Narkoba, Polisi hingga Hakim Disebut Tak Peduli Kondisi Lapas
Overcrowding karena Pengguna Narkoba, Polisi hingga Hakim Disebut Tak Peduli Kondisi Lapas. Peristiwa kebakaran di Lapas Klas I Tangerang yang menewaskan 41 orang narapidana. (Foto: Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti masalah kelebihan kapasitas menyusul insiden kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten yang menewaskan 41 orang narapidana. Awalnya, ICJR menyampaikan duka mendalam atas musibah kebakaran yang telah memakan puluhan korban jiwa itu. 

"ICJR menyatakan belasungkawa atas musibah yang terjadi tersebut. Semoga proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar, dan situasi dapat dengan cepat terkendali," ujar peneliti ICJR, Maidina Rahmawati dalam keterangan yang diterima Suara.com, Rabu (8/9/2021).

Maidina menuturkan dari catatan ICJR, per Agustus 2021 sebanyak 2.087 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Padahal kata Maidina kapasitas Lapas Kelas I Tangerang hanya memuat 600 narapidana.

"Sebagai catatan, Lapas Kelas I Tangerang, per Agustus 2021 memuat penghuni sebanyak 2.087 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), padahal kapasitas lapas tersebut hanya untuk 600 WBP, dengan kondisi ini beban Lapas Kelas I Tangerang mencapai 245 persen," ucap dia.

Baca Juga: Parah! Instalasi Listrik Lapas Tangerang Tak Terawat Hingga Kebakaran, 41 Napi Tewas

Hal tersebut kata Maidina jelas berdampak pada upaya mitigasi lapas dalam kondisi darurat, misalnya kebakaran. Sehingga kapasitas yang berlebihan akan mempersulit pengawasan hingga evakuasi seperti jika terjadi kebakaran.

"Overcrowding tentunya akan mempersulit pengawasan, perawatan Lapas, sampai dengan proses evakuasi cepat apabila terjadi musibah seperti kebakaran," ucap Maidina.

Tak hanya itu, ICJR kata Maidina menilai Overcrowding Lapas terjadi karena beberapa masalah yang bersumber dari tidak harmonisnya sistem peradilan pidana dalam melihat kondisi kepadatan Lapas di Indonesia.

Maidina menilai Polisi, Jaksa, dan Hakim terlihat tidak terlalu peduli dengan kondisi Lapas yang sudah kelebihan beban di luar ambang batas yang wajar seperti di Lapas Kelas I Tangerang ini.

"Sistem peradilan pidana kita sangat bergantung dengan penggunaan pidana penjara sebagai hukuman utama. Pidana penjara 52 kali lebih sering digunakan oleh Jaksa dan Hakim dari pada bentuk pidana lain," tutur dia.

Baca Juga: Cek Kesiapan Hadapi Kebakaran, Lapas Cebongan Belum Punya Hidran

Kemudian masalah lain, ICJR juga menilai masalah kebijakan Narkotika. Mayoritas penghuni Rutan dan Lapas kata Maidina berasal dari tindak pidana narkotika. Diketahui ada sebanyak 28.241 WBP total di seluruh Indonesia merupakan pengguna narkotika yang sedari awal seharusnya tidak perlu dijebloskan ke penjara. 

Maidina menuturkan angka tersebut bisa bertambah besar karena kebanyakan dari pengguna narkotika juga dijerat dengan pasal kepemilikan dan penguasaan narkotika yang digolongkan sebagai bandar. 

"Polisi, Jaksa, dan Hakim lebih memilih mengirimkan para pengguna ini ke dalam penjara dari pada penanganan atau alternatif pemidanaan lain yang lebih manusiawi seperti rehabilitasi atau pidana bersyarat dengan masa percobaan," katanya.

ICJR kata Maidina menekankan pentingnya refleksi dari institusi dan lembaga negara dalam sistem peradilan untuk menyelesaikan persoalan Lapas.

"Dalam kondisi ini, maka sekali lagi penting untuk berefleksi agar ada visi bersama dari institusi dan lembaga negara khususnya yang berada dalam sistem peradilan pidana untuk Bersama-sama menyelesaikan persoalan Lapas," tutur dia.

Karena itu ICJ mendesak segera dilakukan yakni pertama, mengarusutamakan pembaruan sistem peradilan pidana untuk tidak lagi bergantung pada pidana penjara, perubahan paradigma harus disegerakan.

"Polisi, Jaksa, dan Hakim harus didorong untuk memiliki perhatian pada kondisi Lapas, bisa dimulai dengan mendorong penggunaan alternatif pemidanaan non pemenjaraan, termasuk untuk kasus pengguna narkotika yang angkanya begitu banyak," tutur Maidina.

Kedua, ICJR mendorong adanya formasi KUHP untuk memperkuat alternatif pemidanaan non pemenjaraan dan juga menghindarkan penggunaan hukum pidana berlebih dalam RKUHP. 

RKUHP kata Maidina tak boleh memuat penggunaan pidana penjara yang lebih besar dari KUHP sekarang, tingginya angka pemenjaraan dan jumlah perbuatan pidana yang semakin besar, akan berdampak buruk pada Lapas, misalnya pidana yang berhubungan dengan privasi warga negara atau pidana tanpa korban. 

Ketiga, perlunya reformasi kebijakan narkotika dengan menjamin dekriminalisasi penggunaan narkotika lewat adanya diversi dengan pendekatan kesehatan bagi pengguna narkotika. 

"Kebijakan narkotika jelas merupakan masalah utama dari problem Lapas. Sehingga perlu trobosan perubahan kebijakan, dekriminalisasi penggunaan narkotika untuk kepentingan pribadi, dan memperketat rumusan pidana agar tidak lagi secara eksesif mengincar pengguna narkotika harus disegerakan," tutur Maidina.

Keempat, ICJR menyatakan perlunya mengedepankan penerapan keadilan restoratif yang berbasis kesukarelaan tanpa paksaan yang memberdayakan korban untuk kasus-kasus dengan kerugian terukur atau tanpa korban. 

Kelima, ICJR meminta pemerintah  mengevaluasi proses pemberian hak WBP yang selama ini terhambat, khususnya dalam kasus-kasus yang menyumbang jumlah besar dalam pemasyarakatan, seperti narkotika. Sistem pembinaan di luar Lapas kata Maidina harus didorong.

Keenam, ICJR juga menyerukan adanya perhatian khusus dari pemerintah terhadap korban dan keluarga korban musibah kebakaran Lapas ini. Maidina meminta pemerintah perlu secara tegas bertanggungjawab akan hal ini dengan perencanaan yang terukur terhadap penyelsaian maslaah overcrowding Lapas dan tentu program pemulihan bagi korban. 

"ICJR menyerukan agar Jangan lagi sistem peradilan pidana menjadikan pemasyarakatan sebagai korban dari perspektif dan paradigma penggunaan penjara berlebih oleh aparat penegak hukum dan badan peradilan. Pada Lapas yang harus menampung jumlah besar WBP, akan ada resiko besar yang harus dihadapi dalam kondisi darurat," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI