Suara.com - Beyum Baru, Pegiat Perempuan Adat dan Ekonomi Kreatif mengungkapkan kalau selama ini sagu bukan lagi menjadi makanan pokok di kampungnya di Papua, melainkan beras. Padahal, ia tinggal di provinsi yang memiliki potensi sagu terbesar.
Wanita yang akrab disapa Mama Beyum itu mengungkapkan bahwa sagu sudah jarang ditemui di kampungnya. Justru yang mudah ditemukan itu nasi karena beras lebih mudah didapat ketimbang sagu.
"Memang kalau di kampung yang saya tinggal ini sagu sudah bukan merupakan makanan pokok, nasi jadi makanan pokok masyarakat di kampung. Sagu menjadi urutan kedua," kata Mama Beyum dalam Webinar bertajuk 'Sagu Terakhir, Sa Punya', Selasa (7/9/2021).
Menurut Greenpeace Indonesia, luas lahan sagu di Papua itu 771.716 hektar pada 2012 atau sekitar 85 persen dari luas hutan sagu nasional. Namun karena seiring banyaknya proyek pembangunan berkedok investasi yang merusak lingkungan, sagu perlahan menjadi berkurang.
Baca Juga: Tim Karate Jawa Barat Bidik 4 Emas di PON XX Papua
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asia Justice and Rights atau AJAR dan Papuan Women’s Working Group (PWG) terhadap 100 perempuan adat Papua di provinsi Papua dan Papua Barat mengkonfirmasi kalau hak atas tanah adat terus diabaikan dalam berbagai proyek pembangunan perkebunan dan pertambangan.
Karena itu pula, hutan di Papua akan mengalami keterancaman karena merupakan sasaran terdepan untuk perluasan komoditas-komoditas perkebunan, terutama yang diproduksi untuk kebutuhan ekspor.