Golkar Lepas Tangan soal Dugaan Azis Syamsuddin Terlibat Suap AKP Robin: Itu Urusan KPK

Selasa, 07 September 2021 | 12:45 WIB
Golkar Lepas Tangan soal Dugaan Azis Syamsuddin Terlibat Suap AKP Robin: Itu Urusan KPK
Golkar Lepas Tangan soal Dugaan Azis Syamsuddin Terlibat Suap AKP Robin: Itu Urusan KPK. Azis Syamsuddin. (Dok : DPR)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Badan Advokasi Hukum dan HAM DPP Partai Golkar Supriansa mengaku pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum terhadap Azis Syamsuddin yang kini sedang bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengenai status hukum Waketum Golkar itu, menurut Supriansa hal itu juga merupakan kewenangan dari tim penyidik KPK. 

"Menyangkut masalah status, kami kan tidak tahu. Itu adalah urusan penyidik (KPK)," kata Supriansa di Kompleks Parlemen DPR, Selasa (7/9/2021).

Supriansa mengatakan bahwa Partai Golkar menilai apa yang sedang berjalan mengenai proses hukum terhadap Azis sudah berajalan dengan baik. Ia berharap Azis tetap tegar melalui semua permasalahan.

Kendari begitu, selama belum ada status hukum terhadap Azis, Partai Golkar masih mengedepankan asas praduga tidak bersalah.

Baca Juga: Kasus Korupsi Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono, KPK Panggil Dua Saksi Pihak Swasta

"Bahwa mari kita mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap masalah yang menimpa saudara kita Pak Azis," ujar Supriansa.

Desakan Agar Azis Syamsuddin Ditetapkan Tersangka

Sebelumnya, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus meminta KPK segera menetapkan Azis Syamsuddin sebagai tersangka.

Petrus, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/8/2021), menyebut fakta keterlibatan Azis dalam dugaan kasus korupsi jual beli jabatan yang melibatkan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara M Syahrial dan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sudah sangat terang-benderang.

"Fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan Syahrial dan pemeriksaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap Robin semakin memperjelas peran dan keterlibatan Azis. Azis terlihat berusaha merintangi penyidikan dugaan korupsi Syahrial di KPK," kata Petrus.

Baca Juga: 239 Anggota DPR Belum Setor LHKPN, Ketua KPK Firli Bahuri Beri Pesan Menohok!

Ia pun mengutip pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri pada 24 April 2021 yang menyebut peran Azis dalam memfasilitasi dan membantu mempertemukan Robin dengan Syahrial.

Diketahui, pada 24 April 2021 adalah jumpa pers KPK dihadiri oleh Firli terkait penahanan Syahrial yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Robin dan advokat Maskur Husain dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara Wali Kota Tanjungbalai Tahun 2020-2021.

Kemudian, kata dia, dalam pembacaan surat dakwaan terhadap Syahrial oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada 12 Juli 2021 telah membeberkan peran Azis untuk menghentikan perkara.

Disebutkan juga Azis berperan memfasilitasi Syahrial bertemu dengan Robin di rumah jabatan Wakil Ketua DPR. Selanjutnya, fakta persidangan terkait kesepakatan Syahrial membayar uang sebesar Rp 1,5 miliar kepada Robin untuk menghentikan penyidikan.

Fakta lain, lanjut Petrus, adalah hasil penelusuran dan putusan Dewas KPK yang menyebut Robin menerima uang dari Azis sebesar Rp3,15 miliar. Uang itu diduga untuk menghentikan perkara di Lampung Tengah terkait dengan Aliza Gunado.

"Dari fakta-fakta itu, ada beberapa peristiwa pidana korupsi yang melibatkan Azis. Mulai dari suap, permufakatan jahat untuk menghentikan penyidikan dan larangan bagi pegawai KPK bertemu pihak yang sedang diperiksa KPK. Jadi, sudah cukup kuat alasan untuk naikan status Azis dari saksi menjadi tersangka disertai penahanan, mengingat masa cekal Azis akan segera berakhir," ujar Petrus.

Oleh karena itu, ia mengingatkan KPK tidak mengulur-ulur waktu untuk melakukan penindakan terhadap Azis. Alasannya, bisa melahirkan rekayasa "post factum" yang merupakan modus baru menyangkal fakta-fakta hasil penyidikan.

"Post factum" akan mengacaukan fakta-fakta hasil penyidikan KPK bahkan hasil pemeriksaan Dewas KPK yang menyebut total dana yang diterima oleh Robin dari Syahrial sebesar Rp 10 miliar.

"Azis menyebut hanya memberikan Rp 200 juta kepada Robin sebagai pinjaman. Padahal selama penyidikan dan pemeriksaan Dewas KPK tidak terungkap. Ini modus baru dalam bentuk "post factum", tutup Petrus. 

Disebut Berikan Suap

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin disebut memberikan sejumlah uang kepada mantan penyidik KPK Robin. Eks penyidik KPK itu diduga menerima Rp 3,099 miliar dan 36.000 dolar AS dari Azis Syamsuddin.

Informasi tersebut diketahui dalam surat dakwaan Stepanus dilihat dari laman https://sipp.pn-jakartapusat.go.id pada Jumat.

Ia adalah terdakwa perkara suap terkait penanganan perkara wali kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Tahun 2020-2021.

Mengutip Antara, dalam surat dakwan, dia total menerima suap dengan jumlah keseluruhan Rp 11.025.077.000 dan 36.000 dolar AS.

"Bahwa terdakwa Stepanus Robin Pattuju selaku penyelenggara negara, yakni Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 11.025.077.000 dan 36.000 dolar AS atau setidak-tidaknya sejumlah itu," demikian bunyi dakwaan tersebut.

Penerimaan tersebut berasal dari Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial, sejumlah Rp 1.695.000.000, Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dolar Amerika Serikat.

Selanjutnya menerima dari Wali Kota Cimahi di Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna, sejumlah Rp 507.390.000, Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000, dan mantan Bupati Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, Rita Widyasari, sejumlah Rp 5.197.800.000.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme," bunyi dakwaan kepada Pattuju.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI