Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan Kabupaten Banjarnegara tahun 2017-2018.
Selain Budhi, penyidik antirasuah juga menetapkan tersangka pihak swasta Kedy afandi. Keduanya pun juga langsung dilakukan penahanan.
"KPK menetapkan tersangka BS (Budhi Sarwono Bupati Kabupaten Banjarnegara periode 2017-2022) dan KA ( Kedy Afandi swasta)," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan,Jakarta Selatan, Jumat (3/9/2021).
Firli menyebut, KPK telah memiliki sejumlah bukti yang cukup hingga menaikan status penyidikan bulan Mei 2021. Hingga akhirnya melakukan penahanan terhadap kedua tersangka.
Baca Juga: Sebut Luhut Penjahit, Ini Profil Bupati Banjarnegara yang Resmi Mendekam di Rutan KPK
Menurut Firli, Budhi mendapatkan fee selama pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Banjarnegara mencapai miliaran rupiah.
"Diduga BS ( Budhi Sarwono) telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara, sekitar sejumlah Rp 2,1 Miliar," ucapnya.
Untuk proses penyidikan lebih lanjut, Budhi dan Kedy akan dilakukan penahanan selama 20 hari pertama. Mulai 3 September 2021 sampai 22 September 2021.
Budhi akan ditahan dirumah tahanan KPK Kavling C1 Gedung KPK lama. Sedangkan Kedy akan ditahan dirutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
Untuk mencegah potensi penularan Covid-19, Keduanya akan dilakukann isolasi mandiri selama 14 hari.
Baca Juga: Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi, Bupati Banjarnegara Resmi Ditahan KPK
"Sebagai langkah antisipasi penyebaran Virus Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing," imbuhnya
Atas perbuatannya, BS dan KA disangkakan melanggar pasal sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai berikut:
Pasal 12 huruf (i)
“Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya”.
Pasal 12B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh Penuntut Umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).