Suara.com - Sekitar 200 orang siang tadi melakukan penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Desa Balai Harapan, Tempunak, Sintang. Massa melakukan pembakaran bangunan musala, merusak, dan mengobrak-abrik Masjid Miftahul Huda yang dibangun oleh jemaah.
Berkenaan dengan itu, SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut:
Pertama, kata Wakil Ketua BP Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh kelompok intoleran tersebut.
"Tindakan kekerasaan atas nama apapun merupakan kebiadaban, merusak kedamaian dalam tata kebinnekaan dan oleh karena itu mestinya tidak dibiarkan oleh negara," katanya.
Kedua, SETARA Institute mengecam keras kegagalan pemerintah dalam melindungi sekelompok warga negara Indonesia di Sintang yang diserang, dilanggar hak-hak konstitusional untuk beragama dan beribadah serta direndahkan martabat kemanusiaannya hanya karena pilihan keyakinan berdasarkan Nurani.
Padahal, kata Bonar, UUD 1945 menjamin hak-hak dasar tersebut. Dengan demikian, pemerintah pada dasarnya gagal menegakkan jaminan konsitusi.
Ketiga, dalam pandangan SETARA Institute, kejadian penyerangan merupakan kulminasi dari tiga faktor.
Pertama, ketundukan pemerintah daerah kepada kelompok intoleran. Sudah sejak awal Pemkab tunduk, mengeluarkan SKB Pelarangan Ahmadiyah atas tuntutan kelompok intoleran.
Kedua, dinamika politik lokal. Beberapa elite bermain-main politik dengan kelompok intoleran demi dukungan politik, terutama saat bupati sedang sakit dan wakil bupati diangkat menjadi pelaksana tugas.
Baca Juga: Cerita dari Sintang: Kala Kemerdekaan Beragama Tak Sehebat Umur 76 Tahun Indonesia Merdeka
Ketiga, kegagalan aparatur keamanan dalam mencegah terjadinya serangan dan menangani kekerasan yang dilakukan oleh penyerang di lokasi.