Suara.com - Diplomat senior Australia, Gary Quinlan, mengecam pemerintahnya yang telah memotong jumlah bantuan luar negeri untuk negara-negara Asia Tenggara sebesar 30 persen.
Ia menilai Pemerintah Australia seharusnya justru meningkatkan bantuan pembangunan di kawasan ini bila ingin membangun pengaruhnya dan mendukung stabilitas regional.
Mantan Dubes Australia untuk Indonesia itu menyebut Australia dan negara maju lainnya "sangat lamban" untuk membantu menangani krisis COVID di Indonesia.
Gary Quinlan yang juga pernah menjabat sebagai perwakilan Australia untuk PBB telah pensiun pada awal tahun dan kini digantikan oleh Dubes baru.
Baca Juga: 7 Potret Vicky Zhao, Artis yang Masuk Daftar Hitam Pemerintah China
Australia meningkatkan keterlibatan diplomatiknya di Asia Tenggara selama pandemi COVID-19 dan menyatakan komitmen bantuannya termasuk paket pembangunan dan keamanan senilai A$550 juta, serta berjanji mengirimkan 5 juta vaksin.
Namun, bantuan luar negeri Australia di Asia Tenggara – di luar bantuan COVID-19 – telah dipotong sebesar 30 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlahnya terus menurun dari sekitar A$1,3 miliar pada tahun anggaran 2014/15 menjadi sekitar A$900 juta pada 2019/20.
Menurut Quinlan, saat hubungan strategis Australia dan Indonesia semakin kuat, pemerintah perlu bergerak cepat.
"Saya ingin melihat negara-negara Asia Tenggara dan Indonesia mendapatkan perhatian yang jauh lebih besar, terutama melalui program kerja sama pembangunan yang menjadi dasar kebijakan luar negeri kita," katanya dalam podcast Australia in the World.
Baca Juga: COVID-19 di Australia Belum Terkendali, Dokter Waspadai Sistem Kesehatan Kolaps
"Pemotongan bantuan kita itu sangat serius selama beberapa tahun terakhir, pada saat kita justru perlu meningkatkan kehadiran di kawasan itu," ucapnya.
Australia terlambat, China yang dipuji
Quinlan mengatakan Pemerintah Australia berhak beretorika pentingnya Asia Tenggara, tapi yang diperlukan adalah bagaimana "mengoperasionalkan" retorika tersebut, terutama di tengah ketidakpastian.
"Kita berbagi ekosistem strategis yang sama dengan Asia Tenggara. Makanya sangat penting bagi kita memiliki kawasan yang stabil dan sukses. Ini bermakna strategis untuk kepentingan nasional kita sendiri," katanya.
Sejumlah pengamat mengatakan, Asia Tenggara sedang menjadi panggung teater paling penting dalam persaingan strategis China dan negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Jepang.
Jejak ekonomi China di kawasan ini berkembang pesat, termasuk upaya Beijing untuk mendistribusikan vaksin COVID-19 di seluruh negara ASEAN.
Quinlan mengatakan Pemerintah China memenangkan pujian saat berlomba mendatangkan alat pelindung diri (APD) ke Indonesia pada tahap awal pandemi.
"Pada tahap awal, China memiliki keunggulan respon pertama untuk waktu yang lama dan kita semua sangat lamban bereaksi," katanya.
"China menjadi negara pertama yang datang, memberikan dukungan berupa masker, fasilitas oksigen dan lainnya pada tahap awal dan selanjutnya, tentu saja, memberikan vaksin," ucap Quinlan.
Indonesia memesan 125 juta dosis vaksin Sinovac buatan China dan sejauh ini sangat bergantung dengan vaksin ini untuk program vaksinasi nasionalnya.
Negara ini masih bergelut dengan wabah dari strain Delta, yang telah merenggut nyawa banyak tenaga medis bahkan setelah divaksin Sinovac.
Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa perlindungan yang diberikan oleh vaksin Sinovac menurun lebih cepat dibandingkan dengan vaksin lain termasuk Pfizer.
Belanja vaksin dan militer ditingkatkan
Quinlan mengatakan akan "sangat menarik" untuk melihat apakah ketidakpastian soal efektivitas Sinovac akan "berdampak pada keandalan merek China" di Indonesia.
"Vaksin ini jelas tidak membuktikan - bila melihat keadaan Indonesia sekarang sebagai pusat penyebaran COVID, dengan penularan komunitas yang tinggi. Vaksin itu tidak terbukti seefektif yang dibutuhkan," katanya.
"Dan vaksin lainnya kini masuk. Kita memiliki program bantuan vaksin yang besar, menurut saya kita perlu berbuat lebih banyak lagi," ujarnya.
"AS memberikan lebih banyak bantuan, dan negara lainnya, tentu saja Jepang. Jadi, ini akan menunjukkan siapa yang bisa diandalkan," tambah Quinlan.
Australia telah mengirimkan ventilator, konsentrator oksigen, dan peralatan medis lainnya ke Indonesia pada Juli lalu ketika kasus COVID-19 melonjak di seluruh nusantara.
Australia juga menjanjikan pengiriman 2,5 juta vaksin AstraZeneca ke Indonesia tahun ini, meski belum satu pun dosis yang diterbangkan.
Quinlan juga mengatakan kerja sama pertahanan antara Australia dan Indonesia meningkat pesat, karena Jakarta ingin Australia membantu menjaga keseimbangan di kawasan.
Dia mengatakan tanggapan Indonesia yang relatif hangat terhadap Pembaruan Strategis Pertahanan 2020 Pemerintah Australia – yang memperkuat komitmen untuk meningkatkan pengeluaran militer – sangat bagus.
"Tanggapan hangat (Indonesia) itu sekarang merupakan suatu perubahan besar," katanya.
"Pintunya terbuka di sana," ucap Gary Quinlan.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.