Presiden Jokowi Diminta Transparan Ungkap Isi Pertemuan dengan Petinggi Parpol

Kamis, 02 September 2021 | 18:48 WIB
Presiden Jokowi Diminta Transparan Ungkap Isi Pertemuan dengan Petinggi Parpol
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan. [Suara.com/Yosea Arga Pramudita]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan meminta Presiden Jokowi transparan mengungkap apa isi pertemuan dengan sejumlah petinggi partai politik di Istana.

Menurut anggota DPR itu dalam dua pertemuan terakhir Jokowi dengan parpol koalisi di parlemen dan non-parlemen ada kesan tidak transparan.

Apalagi belakangan disebut dalam pertemuan ada bahasan mengenai amandemen UUD 1945 maupun ada juga yang mengutarakan tidak membahas persoalan tersebut.

Syarief menilai hal tersebut yang kemudian menjadi ketidaktransparan dari pemerintah.

Baca Juga: DPR Pastikan Isu Amandemen Terkait PPHN Tidak Pengaruhi Pemilu 2024

"Itu salah satu ketidaktransparansinya, seharusnya kalau menyangkut semua dibahas disampaikan aja nggak apa-apa. Kami sih nggak ada masalah," kata Syarief di Kompleks Parlemen DPR, Jakarta, Kamis (2/9/2021).

Sementara itu berkaitan dengan wacana amandemen, Syarief berpandangan bahwa Jokowi tidak ingin dilibatkan dalam hal amandemen sebagaimana yang pernah diutarakan Jokowi.

"Kami Partai Demokrat tetap memegang statemen Pak Presiden Jokowi waktu di Istana Bogor, bahwa jangan mengikutkan saya di dalam hal wacana pembahasan amandemen, karena itu domainnya MPR," ujar Syarief mengutip pernyataan Jokowi.

Amandemen bukan Domain Presiden

Partai Bulan Bintang (PKB) dalam pertemuannya dengan Joko Widodo mengatakan bahwa Presiden RI itu menolak renacana amandemen UUD 1945. Namun tafsir berbeda diutarakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Baca Juga: Bukan Domain Presiden, PPP: Jangan Maknai Jokowi Tolak atau Setuju Amandemen UUD 45

Menurut Waketum PPP Arsul Sani bahasa Jokowi dalam pernyataannya tidak dalam kapasitas menolak maupun mendukung amandemen. Sebab amandemen merupakan domain dari MPR, bukan wilayah presiden maupun pemerintah.

"Jadi itu terpulang kepada MPR dan partai-partai politik yang memiliki fraksi di MPR. Jadi itu inti yang dikatakan Presiden. Selanjutnya Presiden mengingatkan, agar kalaupun ada amandemen maka jangan menimbulkan kegaduhan," kata Arsul kepada wartawan, Kamis (2/9/2021).

Arsul melanjutkan nikapun ada amandemen maka masyarakat harus diberi penjelasan dengan baik, yakni dengan membangun ruang konsultasi dan aspirasi bagi bagi publik. Di mana semua kalangan perlu diberi ruang menyampaikan aspirasinya terkait amandemen kepada MPR.

"Nah di atas itu inti dari apa yang disampaikan presiden. Hemat saya jangan dimaknai bahwa presiden tidak setuju sama sekali amandemen, ataupun dimaknai presiden mempersilakan MPR untuk melakukan amandemen semaunya atau tidak terbatas," kata Arsul.

"Presiden Jokowi ingin menekankan bahwa segala sesuatunya baik amandemen atau tidak amandemen itu diputuskan dengan matang, mendengarkan berbagai aspirasi publik," ujar Arsul.

Sementara itu Arsul selalu Wakil Ketua MPR mengatakan bahwa MPR telah menugaskan Badan Pengkajian MPR untuk melakukan pengkajian yang ditargetkan selesai pada akhir tahun. Lewat Badan Pengkajian, MPR sekaligus aman mendengarkan masukan dark sejumlah tokoh masyarakat.

"Tentu nanti hasilnya akan dibuka ke publik dan publik bisa mengkritisinya. Yang harus dibangun adalah sikap tidak boleh memaksakan kehendak baik yang setuju maupun tidak setuju amandemen," ujar Arsul.

PBB Sebut Jokowi Tolak Amandemen

Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut menyatakan menolak amandemen UUD 1945. Pernyataan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang Afriansyah Noor usai mengikut agenda pertemuan lima partai politik koalisi pemerintahan non-parlemen di Istana pada Rabu (1/9/2021).

Awalnya, pria yang akrab disapa Ferry ini, mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut setidaknya ada tiga poin utama yang menjadi bahasan. Pertama, soal penanganan Covid-19, kedua soal ekonomi dan ketiga soal ibu kota negara (IKN).

Sejumlah petinggi partai politik yang hadir dalam pertemuan tersebut pun diberikan kesempatan menyampaikan pikirannya. Hanya saja, Ferry yang hadir mewakili Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra, menyinggung soal amandemen UUD 1945.

"Tambahan dari saya, saya sampaikan dalam forum itu kalau Pak Yusril diminta pendapat pemerintah ini ingin melakukan amandemen terbatas beliau siap membantu" kata Ferry kepada Suara.com, Rabu (1/9/2021).

Ferry juga mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut Jokowi langsung merespon soal tawaran dari Yusril terkait masukan soal amandemen UUD 1945. Jokowi disebutnya melakukan amandemen UUD 1945.

Dia menyampaikan, alasan Jokowi menolak lantaran menghindari amandemen dilakukan malah melebar. Terlebih adanya isu tiga periode.

"Intinya pada saat amandemen beliau ketawa,  'soal amandemen saya tidak setuju mau yang terbatas maupun yang tidak terbatas' gitu kan. 'Tapi semua diserahkan ke Senayan MPR' begitu. 'Karena saya tidak mau nanti intinya dikatain saya mau tiga periode' jadi seperti itu lah," ungkapnya.

Ferry mengatakan, PBB menjadi satu-satunya partai dalam pertemuan tersebut yang menyinggung soal amandemen UUD 1945.

Lebih lanjut, dalam pertemuan tersebut menurut Ferry tidak ada yang menyinggung soal bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) dalam koalisi. Termasuk soal alokasi kursi di kabinet.

"Nggak ada, nggak ada menyinggung soal itu (masuknya PAN)," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI