Suara.com - Komnas HAM akan mendalami keterangan MS dan menyelidiki sikap Komisi Penyiaran Indonesia serta kepolisian menyangkut respons terhadap kasus yang dialami MS sejak tahun 2012.
MS seorang pegawai KPI yang diduga menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual yang dilakukan tujuh rekan sekantor.
Anggota DPR mendesak pihak berwenang menangani kasus tersebut secara serius, "Negara harus berdiri bersama korban."
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara berkata, "Akan dikembangkan setelah kami mendapat keterangan dari korban, dari pelaku maupun juga dari pihak-pihak lain yang terkait dengan peristiwa ini."
Baca Juga: Geger! Kasus Pelecehan Pegawai KPI, Warganet Ramai-ramai Ungkap Sosok Pelaku
Kasus tersebut pernah diadukan MS ke Komnas HAM melalui email sekitar bulan Agustus-September tahun 2017. Tapi Komnas HAM menyarankan kepada MS untuk membuat laporan ke kepolisian karena terdapat unsur pidana.
Kasus MS kemudian dilaporkan ke kantor Polsek Gambir pada tahun 2019.
"Kalau dari kepolisian kira-kira kami akan minta keterangan dari Polsek Gambir, terus kemudian atasannya seperti apa," kata Beka.
Kasus dugaan perundungan dan pelecehan seksual tersebut kembali mencuat baru-baru ini setelah MS membuat surat terbuka.
MS tadinya akan membuat aduan ke Komnas HAM hari ini, namun ditunda besok karena sekarang dia dan pengacaranya datang ke kantor Polres Jakarta Pusat, "ada proses tambahan terkait dengan upaya pendampingan hukum."
Baca Juga: Komnas HAM soal Kasus Pelecehan Pegawai KPI: Korban Harus Peroleh Hak Atas Keadilan
Besok, mereka akan ke Komnas HAM sekitar jam 10.00 WIB.
Dalam surat terbuka, MS mengatakan telah mengalami berbagai perlakuan yang membuatnya trauma.
Perlakuan tersebut terus terjadi sampai 2014 sehingga kemudian MS mengalami post traumatic stress disorder berdasarkan hasil pemeriksaan petugas Puskesmas Taman Sari.
"Kadang di tengah malam, saya teriak-teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," kata MS dalam surat terbuka.
Kasus ini menjadi perhatian Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Dia menilai kasus perundungan dan pelecehan seksual di tempat kerja merupakan tindakan yang tidak bisa ditoleransi karena menimbulkan efek luar biasa terhadap korban.
"Apalagi kita tahu bahwa kasus perundungan itu sudah dialami secara bertahun-tahun dan terjadi di salah satu lembaga negara. Ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, kenapa kami di Nasdem gencar memperjuangkan RUU PKS? Agar pelaporan-pelaporan kasus seperti ini bisa lebih efektif penindakannya," kata Sahroni.
Ia juga menyoroti pernyataan MS yang mengaku sudah mengadu ke Polsek Gambir, namun malah diminta mengadukan ke atasan dan penyelesaiannya secara internal lembaga. Menurut Sahroni, tugas polisi adalah memproses laporan yang masuk, apalagi jika tindakan yang diadukan ada unsur pidana.
Sahroni menyayangkan sikap petugas Polsek Gambir yang dia nilai tidak menganggap serius laporan MS. Sahroni menegaskan bahwa tugas polisi adalah memproses laporan masyarakat, dan laporan korban MS diduga mengandung unsur pidana, yaitu penganiayaan.
"Kalau begini, sangat disayangkan karena nantinya korban perundungan jadi enggan mengadu ke polisi, lalu kita mau membiarkan saja tindakan seperti ini terjadi? Bagaimana kalau yang dirundung anak kita sendiri? Karenanya polisi juga harus telusuri jajarannya yang dimaksud," ujarnya.
Sahroni mendesak terduga pelaku dipecat dan dihukum seberat-beratnya sesuai dengan tindakan yang telah dilakukan. MS juga wajib mendapatkan perlindungan hukum dan bantuan perawatan untuk memulihkan mentalnya yang tertekan.
"Saya tegaskan bahwa kami menolak keras perundungan di tempat kerja atau dimana pun, dan negara harus berdiri bersama korban," katanya.