Suara.com - Para terduga pelaku pelecehan seksual dan perundungan masih berstatus aktif sebagai pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal itu diungkapkan Komisioner KPI, Nuning Rodiyah.
“Statusnya mereka adalah pegawai KPI, Non-PNS, Jalau aktif atau tidak, mereka masih aktif,” kata Nuning kepada wartawan di Kantor KPI, Jakarta Pusat, Selasa (2/9/2021).
Bahkan kata Nuning, sebagian dari para terduga pelaku masih aktif bekerja.
“Ada sebagian yang masih kerja, ada yang sudah tidak,” ungkapnya.
Baca Juga: Komnas HAM soal Kasus Pelecehan Pegawai KPI: Korban Harus Peroleh Hak Atas Keadilan
Berdasarkan pengakuan terduga korban berinisial MS , dia dilecehkan dan diperundung rekannya sesama pegawai KPI. Dia menuturkan ada delapan terduga pelaku.
Nuning mengatakan belum dinonaktifkannya kedelapan terduga pelaku, karena harus melakukan proses pemeriksaan terlebih dahulu.
“Karena kami belum bisa melakukan tindakan apa pun sebelum kita mendapatkan informasi yang lebih lengkap,” jelasnya.
Kendati demikian, KPI me akan menonaktifkan korban dan para terduga pelaku dengan alasan untuk mempermudah proses penyelidikan.
“Karena setiap saat bisa dipanggil kepolisian, kalau kemudian terus menerus kami aktifkan di kantor, maka bisa jadi terjadi interaksi yang tidak diinginkan, ketidaknyamanan kerja dan lain sebagainya,” ujarnya.
Baca Juga: KPI Pusat Evaluasi Menyeluruh Pasca Cerita Pegawai Dirundung dan Dilecehkan Terungkap
Berdasarkan keterangan tertulis MS, para terduga pelaku adalah, RM (Divisi Humas bagian Protokol KPI Pusat), TS dan SG (Divisi Visual Data), RT (Divisi Visual Data), FP (Divisi Visual Data), EO (Divisi Visual Data), CL (Eks Divisi Visual Data kini menjadi Desain Grafis di Divisi Humas), serta TK (Divisi Visual Data).
MS, adalah pegawai kontrak KPI, dia mengalami perundungan dan pelecehan oleh teman kantornya sejak 2012.
MS menerima perlakuan tidak menyenangkan dari teman-teman kantornya mulai dari diperbudak, dirundung secara verbal maupun non verbal, bahkan ditelanjangi. Kejadian itu terus terjadi hingga 2014 sampai akhirnya MS divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) usai ke psikolog di Puskesmas Taman Sari lantaran semakin merasa stres dan frustasi.
"Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila. Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga. Mereka berhasil meruntuhkan kepercayaan diri saya sebagai manusia," kata MS dalam surat terbukanya yang dikutip Suara.com, Rabu (1/9/2021).