Cerita Lengkap Perundungan dan Pelecehan Pegawai KPI Pusat Dari Tahun ke Tahun

Kamis, 02 September 2021 | 06:30 WIB
Cerita Lengkap Perundungan dan Pelecehan Pegawai KPI Pusat Dari Tahun ke Tahun
Ilustrasi kekerasan di lembaga pendidikan. (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari demi hari pria berinisial MS dilalui terasa berat. Pasalnya, ia harus menerima perundungan dan pelecehan terus menerus oleh teman-teman kerjanya sejak menjadi pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat pada 2011.

MS mengaku kerap diperbudak, penghinaan hingga mendapatkan kekerasan verbal dan non verbal oleh 7 teman-temannya yang sebagai besar ada pada satu divisi yang sama dengannya yakni Divisi Visual Data.

Ia baru berani mengungkapkan kepada publik setelah berkonsultasi dengan temannya yang berprofesi sebagai pengacara serta aktivis LSM. Ceritanya itu dibuat MS dengan judul "Tolong Pak Jokowi, Saya Tak Kuat Dirundung dan Dilecehkan di KPI, Saya Trauma Buah Zakar Dicoret Spidol oleh Mereka".

"Iya benar tulisan saya, kak," kata MS melalui pesan singkat kepada Suara.com, Rabu (1/9/2021).

Baca Juga: Usut Dugaan Pelecehan Seksual dan Perundungan, KPI: Besok Dipanggil Terduga Pelakunya

Berikut rentetan tindakan perundungan dan pelecehan yang dialami MS serta dampak yang timbul dari tahun ke tahun:

2011

Ilustrasi penganiayaan, penyerangan, pemukulan, pengeroyokan. (Shutterstock)
Ilustrasi penganiayaan, penyerangan, pemukulan, pengeroyokan. (Shutterstock)

MS mengaku tidak tahu sudah berapa kali para pelaku melakukan pelecahan, pemukulan, makian hingga perundungan. Sebagai pegawai baru, ia tidak bisa bertindak banyak terlebih MS hanya seorang diri yang harus melawan pelaku dengan jumlah banyak.

"Perendahan martabat saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan," ujarnya.

2012-2014

Baca Juga: Pegawainya Alami Dugaan Pelecehan Seksual dan Bullying, KPI Janji Lakukan Investigasi

Selama 2 tahun, MS diperbudak oleh seorang pelaku berinisial RM yang bekerja di Divisi Humas bagian Protokol di KPI Pusat. MS diminta untuk membelikan makan oleh pelaku secara terus menerus.

Padahal menurutnya kedudukan dengan pelaku itu setara dan MS bukan lah seorang office boy yang memiliki tugas untuk membelikan makan bagi pegawai.

"Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ucap MS.

Selain itu, MS juga menerima tindakan tidak terpuji lainnya secara bergantian oleh pelaku.

2015

Kepala, tangan, dan kaki MS dipegang oleh pelaku secara beramai-ramai. Pelaku bahkan menelanjangi dan mencorat-coret testikel MS dengan spidol.

Setelah itu, pelaku CL (eks divisi Visual Data, sekarang Divisi Humas bagian Desain Grafis) memotret alat kelamin MS yang sudah dicorat-coret.

Perlakuan pelaku itu membuat MS sangat ketakutan terlebih kepada foto tersebut yang dikhawatirkan akan tersebar luas.

"Saya tidak tahu foto yang masuk kategori pornografi itu sekarang disimpan di mana, yang jelas saya sangat takut jika foto tersebut disebarkan ke publik karena akan menjatuhkan nama baik dan kehormatan saya sebagai manusia," ungkapnya.

2016

MS merasakan adanya perubahan pola mental. Ia merasa stres, hina, trauma berat namun di sisi lain ia juga tidak bisa mengundurkan diri dari pekerjaan karena masih harus mencari nafkah.

MS mengaku kerap kali berteriak-teriak pada tengah malam. Itu disebabkan dari pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pelaku terus menghantui MS.

"Saya tidak tahu apakah para pria peleceh itu mendapat kepuasan seksual saat beramai ramai menelanjangi dan memegangi kemaluan saya, yang jelas saya kalah dan tak bisa melawan. Saya bertahan di KPI demi gaji untuk istri, ibu, dan anak saya tercinta," jelasnya.

Akibat stres itu pula, MS menjadi sering jatuh sakit. Keluarganya pun kerap mendapatkan imbasnya ketika MS sering tiba-tiba menggebrak meja tanpa alasan dan berteriak tanpa alasan.

Emosinya bergejolak ketika tiba-tiba mengingat akan tindakan tercela yang dilakukan oleh pelaku.

2017

Tepat pada 8 Juli 2017, MS mendatangi Rumah Sakit Pelni untuk menjalani pemeriksaan kesehatan endoskopi. Dari hasilnya terlihat kalau MS mengalami hipersekresi cairan lambung akibat trauma dan stres.

MS pernah mengikuti acara Bimtek di Resort Prima Cipayung, Bogor. Saat terlelap, tiba-tiba MS dibawa dan dilempar ke kolam renang oleh pelaku pada 01.30 WIB.

Alih-alih merasa iba, para pelaku malah menertawakan dengan apa yang dialami MS karena menganggap sebagai hiburan.

"Bukankah itu penganiayaan? Mengapa mereka begitu berkuasa menindas tanpa ada satupun yang membela saya. Apakah hanya karena saya karyawan rendahan sehingga para pelaku tak diberi sanksi? Di mana keadilan untuk saya?," jelasnya.

11 Agustus, MS mengadukan pelecehan dan penindasan ke Komnas HAM melalui email. Komnas HAM pun membalas email MS pada 19 September 2017.

Dalam balasannya tersebut Komnas HAM menyimpulkan kalau apa yang dilakukan pelaku terhadap MS merupakan tindak pidana sehingga harus diteruskan ke pihak kepolisian.

Pada tahun yang sama, MS sempat mendatangi psikiater di Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat. Dari situ ia diberikan obat penenang selama 1 pekan.

2018

Lantaran tidak kuat menahan perundungan dan makian, MS sering memilih untuk menyendiri di musala kantor usai tugasnya selesai hanya demi mengeluarkan air matanya. Saking seringnya menyendiri di musala para pelaku memfitnahnya seolah telah meninggalkan pekerjaan, padahal MS merasa trauma oleh kebejatan mereka dan tugas kantor selalu diselesaikan MS dengan baik.

Terkadang ia pulang ke rumah pada jam kerja hanya untuk menghindari perundungan yang tak sanggup MS tanggung.

"Mereka terus merundung dengan kata-kata kotor dan porno seolah saya bahan hiburan mereka," ucapnya.

Namun dikarenakan dimarahi oleh sang ibu, MS pun kembali ke kantor untuk ke kantor.

2019

MS berangkat untuk mengadukan tindakan para pelaku ke Polsek Gambir, Jakarta Pusat.

Akan tetapi kala itu MS malah diminta petugasnya untuk mengadukan terlebih dahulu kepada atasan supaya permasalahannya diselesaikan secara internal.

"Tapi petugas malah bilang, "Lebih baik adukan dulu saja ke atasan. Biarkan internal kantor yang menyelesaikan"," ucapnya.

Meski begitu, MS tetap mengikuti saran dari petugas di Polsek Gambir untuk mengadukan apa yang dialaminya ke atasan. Sembari menangis, ia menceritakan semua perilaku tidak terpuji yang dilakukan oleh 7 teman-temannya.

Pengaduan itu membuahkan hasil di mana MS dipindahkan ke ruangan lain dengan alasan ruangan tersebut dianggap dihuni oleh pegawai yang lebih ramah.

MS tidak bisa menutupi kekecewaannya karena para pelaku ternyata tidak diberikan sanksi apapun. Secara tidak langsung, para pelaku masih bisa melakukan tindakan serupa terlebih mengetahui MS melakukan pengaduan kepada 'bos'nya.

Benar saja, usai melakukan pengaduan, para pelaku melanjutkan perundungannya kepada MS.

"Akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor. Bahkan pernah tas saya di lempar keluar ruangan, kursi saya dikeluarkan dan ditulisi "Bangku ini tidak ada orangnya"," ungkapnya.

Akibat perundungan yang tak kunjung berhenti, MS mencoba untuk berkonsultasi ke psikolog di Puskesmas Taman Sari. Hasilnya ia divonis mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

2020

MS kembali mendatangi Polsek Gambir, Jakarta Pusat untuk yang kedua kalinya dengan harapan laporannya benar-benar diproses anggota kepolisian.

Lagi-lagi tidak ada tanggapan yang memuaskan dari pihak kepolisian. Malah anggota kepolisian yang menerima kehadiran MS tidak menganggap serius atas laporannya.

"Tapi di kantor polisi, petugas tidak menganggap cerita saya serius dan malah mengatakan, "Begini saja pak, mana nomor orang yang melecehkan bapak, biar saya telepon orangnya."," tuturnya.

Padahal yang diinginkan MS itu adalah proses hukum lantaran ada tindak pidana di dalam tindakan pelaku perundungan dan pelecehan.

Pada Oktober, MS sempat mengirim pesan ke pengacara kondang Hotman Paris dan Deddy Corbuzier untuk meminta tolong via Instagram. Sayangnya tidak ada respon dari keduanya.

2021

MS akhirnya memberanikan diri untuk mengungkap apa yang dialaminya sejak 2011 sebagai pegawai kontrak di KPI Pusat. Ia menuliskan semua ceritanya dan kemudian disebarluaskan menjadi pesan berantai pada pesan instan WhatsApp.

Dalam pesannya itu, MS bahkan meminta tolong kepada  Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko Polhukam Mahfud MD hingga Gubernur DKI Anies Baswedan.

"Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami. Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini. Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 di mana mencari uang adalah sesuatu yang sulit."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI