Pengamat Hukum Ini Sebut Sanksi Potong Gaji Wakil Ketua KPK Tak Berefek: Harusnya Dipecat

Chandra Iswinarno | Ummi Hadyah Saleh
Pengamat Hukum Ini Sebut Sanksi Potong Gaji Wakil Ketua KPK Tak Berefek: Harusnya Dipecat
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. (Antara/ Reno Esni)

Pengamat hukum dari PTIK Umar Husein menilai sanksi yang dijatuhkan kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar tidak menimbulkan efek jera.

Suara.com - Pengamat hukum dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husein menyatakan, sanksi pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan terhadap Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar tidak menimbulkan efek jera.

Menurutnya Wakil Ketua KPK itu bisa diberikan sanksi penonaktifan jabatan selama setahun tanpa mendapat fasilitas. Bahkan, dia menilai, seharusny Lili Pintauli semestinya dipecat dari jabatannya. 

"Nggak ada artinya sanksi itu, kalau perlu dipecat. Minimal nonaktif setahun, minimal itu dengan segala fasilitas ditarik. Kalau sejuta sekali makan, nggak artinya itu. Kan yang dipotong Rp 1,5 juta, itupun sebulan, minimal skorsing setahun," ujar Umar saat dihubungi Suara.com, Rabu (1/9/2021).

Sebelumnya, Lili Pintauli telah divonis terbukti melakukan pelanggaran etik karena berhubungan dengan pihak yang berperkara di KPK, Wali Kota Tanjung Balai nonaktif M Syharial -yang kini ditetapkan menjadi tersangka- dalam kasus dugaan jual beli jabatan. 

Baca Juga: MAKI Minta Kuota Perempuan untuk Kursi Pimpinan KPK Hingga 50 Persen

Namun Wakil Ketua KPK itu hanya diberi sanksi pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan. 

Umar menuturkan sanksi pemecatan kepada Komisioner KPK yang melakukan pelanggaran tersebut sedianya harus dilakukan Dewas KPK. Hal tersebut kata Umar agar memberikan efek jera.

Umar menyebut, jika tidak dihukum, dikhawatirkan akan timbul persepsi bahwa komisioner KPK yang lain melakukan hal serupa. 

"Maksimal pecat, kenapa? Bukan menghukum pribadi tapi merupakan efek jera kepada yang lain gitu. Kalau nggak dihukum yang lain nanti akan melakukan hal yang sama, atau timbul dugaan jangan-jangan semua sudah begitu, karena kalau dihukum oh berarti entar kena gua," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menjatuhkan sanksi dalam sidang putusan pelanggaran kode etik terkait kasus jual beli perkara yang melibatkan eks Penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.

Baca Juga: 2 Fakta Kepindahan Bhayangkara FC ke Stadion Mengerikan di BRI Liga 1, Bakal Makin Gancor?

Hal tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Panggabean di dalam sidang etik di Gedung KPK Lama, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/8/2021).

"Menghukum terperiksa (Lili Pintauli Siregar) dengan saksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan," kata Tumpak dalam sidang putusan kode etik, Senin (30/8/2021).

Menurutnya, Lili bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa meyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK.

Adapun hal memberatkan terhadap sanski berat yang dijatuhkan kepada Lili, Terperiksa tidak menunjukan penyesalan atas perbuatannya. Kemudian, terperiksa Lili juga selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pelaksaan IS KPK.

"Namun terperiksa melakukan sebaliknya," ucapnya.

Sementara itu, hal meringankan terperiksa Lili mengakui segala perbuatannya dan belum pernah dijatuhi sanksi etik.

Hal ini memperhatikan ketentuan tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Pasal 4 ayat (2) huruf b dan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK dan peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini.