Suara.com - Akhir-akhir ini, sedang ramai pemberitakan soal tindakan somasi yang dilakukan pejabat negara terhadap aktivis. Pejabat yang melakukan somasi kepada aktivis itu adalah Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dan Menko Marvest RI Luhut Binsar Panjaitan.
Terkait hal itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memberikan pandangannya terkait fenomena sejumlah pejabat yang melayangkan somasi tersebut.
Mardani mengatakan, somasi yang dilayangkan pejabat kepada masyarakat memang tak ada larangan yang mengatur. Hanya saja, secara etika menurutnya bertabrakan dengan konstitusi.
"Akhir-akhir ini penyelenggara negara kerap mengajukan somasi setelah mendapat kritik dari masyarakat. Memang tidak ada larangan bagi pejabat untuk mensomasi masyarakatnya, tapi secara etika perbuatan hal tersebut tidak sesuai dengan konstitusi," kata Mardani saat dihubungi Suara.com, Rabu (1/9/2021).
Baca Juga: Luhut Somasi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Pengamat: Tidak Baca UU
Ia mengatakan, seharusnya yang pantas melayangkan somasi adalah rakyat kepada para pejabatnya bukan justru sebaliknya. Menurutnya, para pejabat memang perlu diawasi oleh publik.
"Begitu kira-kira jika dilihat dalam logika demokrasi. Dikritik maupun dipertanyakan tindakannya agar berhati-hati serta tidak berbuat salah," tuturnya.
Lebih lanjut, Anggota DPR RI ini mengatakan, kalau somasi yang dilayangkan para pejabat negara terhadap rakyat justru menunjukan ketidak pahaman terhadap demokrasi di era reformasi. Mestinya, kata dia, pejabat negara harus menjadi guru bangsa.
Sementara itu, terkait dengan perlu atau tidaknya para pejabat negara menarik lagi somasi yang sudah dilayangkan, Mardani menjawab diplomatis.
"Itu (somasi perlu ditarik atau tidak) hak pribadi. Tapi pemimpin yang baik lebih mengutamakan akhlaq," tandasnya.
Baca Juga: Mau Dipolisikan, ICW Klaim Sudah 3 Kali Jawab Somasi Moeldoko Lewat Otto Hasibuan
Somasi Pejabat
Pejabat pertama yang melayangkan somasi yakni Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Pihaknya melayangkan somasi berjilid-jilid terhadap Indonesia Corruption Watch (ICW) dan penelitinya usai adanya dugaan keterlibatan Moeldoko yang ingin mengeruk keuntungan dari pengadaan obat Ivermectin.
Kabar terkahir, Moeldoko memutuskan akan mempolisikan pihak ICW. Pasalnya pihaknya mengklaim pihak ICW tak bisa memberikan bukti dan menjawab atas somasi yang dilayangkan.
Kedua, Menko Marvest RI Luhut Binsar Panjaitan lewat kuasa hukumnya, melayangkan somasi menyusul unggahan di kanal YouTube milik Haris Azhar dengan judul ‘Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya.’
Dalam video itu Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menjadi salah satu tamu. Pada kesempatan itu dia menyampaikan hasil riset yang menyatakan PT Tobacom Del mandiri -salah satu anak perusahaan Toba Sejahtera Group- bermain dalam bisnis tambang di Papua. Diketahui, jika Luhut merupakan salah satu pemilik saham di perusahaan tersebut.
Pernyataan Fatia bukan tanpa dasar. Riset itu merujuk pada kajian yang dilakukan oleh koalisi LSM dengan judul "Ekonomi Politik Penempatan Militer di Intan Jaya".
Riset itu menunjukkan adanya dugaan konflik kepentingan penerjunan militer dengan bisnis tambang di Intan Jaya.
Tak hanya di situ, hal tersebut juga bisa diketahui dengan adanya penempatan markas militer yang berada di dekat lahan konsesi tambang.
Riset tersebut juga menemukan adanya beberapa purnawirawan dan prajurit militer yang menempati jabatan strategis di beberapa perusahaan tambang.