Suara.com - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PPP Muhammad Iqbal menyayangkan kebocoran data dari aplikasi Electronic Health Alert Card (eHAC). Padahal, aplikasi tersebut merupakan besutan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
Ia menilai kebocoran data itu menandakan bahwa pemerintah kurang bertanggung jawab dalam menjaga keamanan data pribadi rakyat.
"Kebocoran data pribadi di aplikasi milik pemerintah ini merupakan bentuk keteledoran dan kurang bertanggung jawab pemerintah, apalagi kebocoran data ini bukan kali ini saja," kata Iqbal kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).
Iqbal menyoroti kebocoran data yang sebelumnya juga terjadi, yakni meliputi data 2 juta nasabah asuransi BRI Life hingga kebocoran data pribadi penduduk Indonesia dari BPJS Kesehatan.
Baca Juga: eHAC Bocor Sebelum Gabung ke Pedulilindungi
Kata dia, bahwa tindak lanjut dan laporan penyelidikan dua kasus kebocoran data itu juga belum jelas.
"Kasus kebocoran data pribadi masyarakat Indonesia ini tidak bisa dianggap enteng. Masyarakat rugi berkali-kali karena kasus kebocoran data ini. Dalam kasus kebocoran data dari eHAC, Kementerian Kesehatan RI dan pihak terkait harus meminta maaf kepada publik atas terjadinya kasus ini, bukan hanya mencari siapa yang bersalah," tutur Iqbal.
Kebocoran data yang kerap terjadi kata Iqbal berdampak kepada masyarakat, baik secara materi maupun non-materi.
"Karena itu, kami minta pemerintah maupun perusahaan BUMN terus memperkuat sistem keamanan data. Sistem keamanan data yang lemah bisa mengundang kejahatan siber seperti penipuan online dan lainnya," ujarnya.
Tanggapan Kemenkes
Baca Juga: Pembobolan eHAC, Bareskrim Polri Siap Turun Tangan, Tapi juga Punya Banyak PR
Baru-baru ini ramai diberitakan tentang bocornya data dan informasi pengguna pada aplikasi Electronic Health Alert Card atau eHAC. Menanggapi hal itu, Kementerian Kesehatan angkat bicara.
"Terkait berita kebocoran data melalui aplikasi elektronik eHAC, kebocoran data terjadi di eHAC yang lama yang sudah tidak digunakan lagi sejak Juli 2021," kata Anas Ma'ruf seperti dikutip dari Antara.
Anas mengatakan keputusan pemerintah tidak menggunakan eHAC lagi sebagai aplikasi perlindungan bagi pelaku perjalanan udara dari risiko penularan COVID-19 karena ada integrasi data dengan aplikasi PeduliLindungi yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Ketentuan itu berdasarkan Surat Edaran Kemenkes No HK.02.01/Menkes/847/2021 tentang digitalisasi dokumen kesehatan bagi pengguna transportasi udara yang terintegrasi dengan PeduliLindungi.
Anas memastikan sistem yang ada di dalam aplikasi PeduliLindungi berbeda dengan yang dimiliki eHAC. "Secara infrastruktur juga berbeda karena berada di tempat lain," katanya.
Dugaan kebocoran tersebut, kata Anas, tidak terkait dengan aplikasi PeduliLindungi. "Saat ini sedang dilakukan investigasi dan penelusuran lebih lanjut terkait informasi dugaan kebocoran ini," katanya.
Anas mengatakan dugaan kebocoran data di eHAC diakibatkan kemungkinan adanya kebocoran di pihak mitra. Pemerintah sudah mengetahui hal itu dan sedang melakukan tindakan pencegahan serta penelusuran lebih lanjut bersama pihak terkait.
"Sebagai langkah mitigasi, maka eHAC yang lama sudah dinonaktifkan. Yang digunakan adalah aplikasi yang berada di dalam aplikasi PeduliLindungi," katanya.
Anas menjamin data pengguna aplikasi PeduliLindungi lebih aman sebab infrastruktur berupa server berada di Pusat Data Nasional yang dijamin keamanannya oleh kementerian dan lembaga terkait.
"Terjamin keamanannya dengan didukung kementerian/lembaga terkait baik itu Kemkominfo maupun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," katanya.
Anas menambahkan seluruh sistem informasi yang terkait pengendalian COVID-19 telah dipindahkan menuju Pusat Data Nasional.
Anas meminta seluruh masyarakat untuk mengunduh aplikasi PeduliLindungi dan memanfaatkan fitur perjalanan sebagai bagian yang terintegrasi dalam aplikasi tersebut.
"Pemerintah juga meminta kepada masyarakat untuk menghapus aplikasi eHAC yang lama," katanya.