Meretas Jalan Panjang Keadilan Gender dalam Bisnis dan Perdagangan

Senin, 30 Agustus 2021 | 16:06 WIB
Meretas Jalan Panjang Keadilan Gender dalam Bisnis dan Perdagangan
Ilustrasi wanita karier sukses. (Unsplash/Brooke Lark)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perempuan yang memiliki bisnis seringkali tak memiliki akses keuangan yang sama seperti usaha yang dimiliki seorang laki-laki.

Beberapa perusahaan di negara berkembang mencoba menjembatani kesenjangan besar ini. Untuk sebuah bank digital, TymeBank di Afrika Selatan, memiliki strategi unik untuk menemukan pelanggan baru.

Bank simpan pinjam ini diluncurkan pada 2015 dan tidak memiliki kantor cabang. Namun mengoperasikan jaringan kios-kios, toko kelontong dan supermarket.

Tujuannya untuk menjaring orang ingin punya rekening bank, tetapi merasa terhambat dalam beberapa hal untuk melakukannya.

Baca Juga: PT Bank Neo Commerce Tbk Catat Rugi Pada Semester I 2021, Dirut: Efek Bank Digital

Di Afrika Selatan, kelompok itu terutama perempuan. Menurut Rachel Freeman, penanggung jawab pertumbuhan dan perkembangan di TymeBank, ada tiga hambatan utama yang menghalangi perempuan berpenghasilan rendah untuk terlibat dalam perbankan dan pinjaman: lokasi, biaya keuangan, dan soal emosional.

Dia mengatakan, banyak perempuan di negara berkembang merasa bank adalah sesuatu yang "menakutkan dan merupakan tantangan besar", terutama jika mereka harus mengunjungi kantor cabang.

"Jadi kami mencoba menemui mereka di mana mereka berada," katanya menjelaskan logika di balik ide kios dan supermarket.

Hambatan berbasis gender terhadap perbankan dan bentuk pembiayaan lainnya merupakan masalah global utama, kata Bank Pembangunan Asia, ADB.

Diperkirakan, sampai 1 miliar perempuan di seluruh dunia tidak terlayani dengan memadai secara finansial.

Baca Juga: Dapat Tawaran via Facebook, Barista Kopi Jadi Korban Perbudakan di Oman

Laporan Bank Dunia dari 2017 memperkirakan bahwa kesenjangan keuangan gender untuk usaha mikro, kecil dan menengah mencapai sekitar US$ 1,7 triliun secara global.

TymeBank berusaha menjembatani kesenjangan itu dan tampaknya cukup berhasil. Awal tahun 2021, bank mengatakan berhasil menggaet hingga 5.000 pelanggan baru per hari, sekitar 85 persen dari mereka mendaftar melalui kios dan supermarket.

TymeBank mengatakan, kios memberi orang kesempatan untuk membuka rekening bank hanya dalam tiga menit atau kurang, dengan bantuan para "promotor", 70 persen di antaranya adalah perempuan.

Pendekatan yang fleksibel

Fleksibilitas semacam ini penting jika lembaga keuangan ingin berhasil membantu lebih banyak perempuan, kata Sucharita Mukherjee, Direktur Utama Kaleidofin, sebah platform layanan keuangan digital di India.

Perusahaannya memberikan bimbingan keuangan kepada individu, rumah tangga, dan bisnis melalui aplikasi smartphone.

Namun banyak perempuan yang bergantung pada suami mereka dalam penggunaan smartphone, katanya.

"Mereka (para perempuan) ingin tabungan mereka dirahasiakan. Karena itu, mereka mungkin menggunakan smartphone teman mereka. Jadi kami harus memastikan bahwa kami dapat mendukung tingkat kerahasiaan itu dalam sistem kami."

Dia mengatakan, pelanggan perempuan sering kali menjadi yang paling berkomitmen dan disiplin. "Kami melihat perempuan sebagai pintu gerbang keluarga, menjadi penjaga target keuangan rumah tangga."

Jalan masih panjang

Sekarang sudah makin banyak perhatian yang diberikan pada masalah kesenjangan pembiayaan gender, baik oleh perbankan maupun lembaga non-keuangan, kata Ashok Lavasa, Wakil Presiden ADB.

Dia menambahkan, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa mendukung apa yang disebut ekonomi perempuan dapat menguntungkan pemberi pinjaman.

Dia mengutip survei tahun 2019 oleh International Finance Corporation yang menemukan rasio kredit macet rata-rata untuk UKM milik perempuan adalah 3,7 persen, jauh lebih rendah dari rata-rata keseluruhan 5 persen.

Angka statistik itu sesuai dengan pengalaman pribadinya sendiri ketika bekerja dengan pembiayaan pedesaan di India pada 1980-an, tutur Ashok Lavasa.

"Apa yang baik untuk kesetaraan gender, baik untuk ekonomi dan juga baik untuk masyarakat,” katanya. "Tapi jalan masih panjang."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI