Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar setengah dari DNA Besse sama dengan DNA penduduk asli Australia saat ini dan DNA orang Melanesia. Ini mencakup DNA yang diwarisi dari manusia Denisovan yang sekarang sudah punah, sepupu jauh manusia Neanderthal yang fosilnya hanya ditemukan di Siberia dan Tibet.
"Faktanya, proporsi DNA Denisovan pada Besse terhadap kelompok manusia purba serta manusia masa kini lainnya di wilayah tersebut menunjukkan titik pertemuan penting antara spesies kita dan Denisovan berada di Sulawesi dan wilayah Wallacea lainnya," jelas Prof. Cosimo Posth.
Penelitian ini juga dapat menunjukkan bahwa nenek moyang Besse adalah salah satu manusia modern pertama yang mencapai wilayah Wallacea, tapi bukannya berpindah ke Sahul, mereka memilih tinggal di Sulawesi.
Kepada Radio National ABC, Prof Adam Brumm mengatakan bahwa Besse hidup ribuan tahun setelah lukisan-lukisan di gua-gua di wilayah itu dibuat oleh manusia purba.
"Namun saya memperkirakan Besse merupakan keturunan dari para pelukis luar biasa itu," jelasnya.
Profesor Akin Duli dari Univeristas Hasanuddin yang turut menulis laporan penelitian menjelaskan, identitas nenek moyang awal Toalean tidak akan banyak diketahui kecuali menemukan lebih banyak sampel DNA manusia purba lainnya di wilayah itu.
Para peneliti tidak menemukan jejak nenek moyang orang Sulawesi saat ini dalam DNA Besse. Hal itu tampaknya disebabkan karena umumnya penduduk Bugis Makassar sekarang berasal dari ras Austronesia yang tiba di wilayah tersebut dari Taiwan sekitar 3.500 tahun silam.
Penelitian ini mencatat bahwa pengambilan sampel genom yang lebih luas dari beragam populasi orang Sulawesi dapat mengungkapkan bukti warisan genetik orang Toalean
"Penemuan DNA Besse dan implikasi dari keturunan genetiknya menunjukkan betapa sedikitnya pemahaman kita tentang manusia purba di wilayah ini,” papar Profesor Adam Brumm.
Baca Juga: BNPB: Kondisi Terkendali Setelah Banjir Bandang di Kabupaten Sigi
Penelitian di Leang Panning merupakan kerjasama antara Griffith University Australia dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Indonesia, melibatkan adalah mahasiswa PhD Griffith University Basran Burhan, Adhi Agus Oktaviana, David McGahan, Yinika Perston, dan Kim Newman.