Suara.com - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai, lembaga antirasuah tersebut sudah tidak bisa diharapkan dalam upaya pemberantasan korupsi, selagi dipimpin oleh orang-orang yang bermasalah.
Saut menyebut, kepercayaan publik terhadap KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri pun sangat rendah.
Hal itu diungkapkan oleh Saut dalam diskusi bertajuk 'Menyoal Masa Depan KPK Pasca Temuan Ombudsman dan Komnas HAM' yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) secara virtual, Minggu (29/8/2021).
"Kalau memang kita pingin memberantas korupsi dengan seperti apa yang dimaksud oleh reformasi dengan situasi struktur organisasi seperti sekarang ini dengan yang didalamnya masih bagian dari masalah, anda tidak bisa mengharapkan apa-apa dari KPK," kata Saut.
Baca Juga: Kasus Suap Lelang Jabatan, KPK Tetapkan Sekda Tanjungbalai Tersangka
"Sudah jelas dari lima (pimpinan KPK), tiga bermasalah. Satu kurang umur oke lah nggak apa-apa. Jadi kalau divoting itu yang ber-integrity itu cuma satu orang," imbuhnya.
Mantan Wakil Ketua KPK itu mengemukakan keterpurukan KPK terjadi semenjak disahkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedari awal, kata Saut, dirinya memang tidak setuju dengan disahkannya undang-undang tersebut.
"Anda bisa bayangkan, dalam keadaan seperti itu kita mau membersihkan Indonesia yang APBN-nya seperti itu, utang luar negerinya seperti itu, bansosnya seperti itu, kemudian masyarakatnya juga masih sedang sakit. Kemudian mereka bisa mentriger apa?" ujarnya.
Terlebih, belakangan muncul wacana jika narapidana korupsi akan dilibatkan sebagai penyuluh antikorupsi.
Baca Juga: Penghuni Lapas Sukamiskin Bandung Bertambah 1 Orang Koruptor Hari Ini
Padahal menurut Saut, kerja-kerja KPK tak sekadar pencegahan dan tidak bisa terlepas dari koordinasi, supervisi, monitoring, hingga penindakan.
"Anda juga nggak bisa memakai teori yang satu untuk menutup teori yang lain. Pakai mantan tahanan untuk kemudian menjelaskan, menginspirasi orang untuk tidak korupsi. Tapi anda lupa teori lain bahwa di Indonesia itu ada yang namanya teori paternalistik," katanya.