Suara.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan praktik penyiksaan yang tidak manusiawi kerap terjadi di panti sosial. Sejumlah penyandang disabilitas mental kerap menjadi korban.
Hal ini dikatakan Taufan dalam diskusi bertajuk "Penyandang Disabilitas Mental di Panti-Panti Sosial Berhak Merdeka" secara virtual, Jumat (27/8/2021).
"Tetapi dalam praktik-praktiknya tanpa disadari atau disadari bisa jadi dua duanya, terjadi praktik-praktik perendahan martabat penyiksaan, bahkan ada praktek kekerasan seksual," ujar Taufan.
Ia kemudian memberi contoh satu kasus saat terjadi pemasungan terhadap penyandang disabilitas mental atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang juga masih terjadi di Indonesia.
Baca Juga: Drama Korea Dianggap Efektif untuk Kampanyekan Isu HAM
Praktik pemasungan kata dia, menjadi persoalan yang serius, bukan hanya persoalan struktural.
"Contoh praktek pemasungan yang terjadi hampir di seluruh negeri kita di hari ini, itu menjadi satu persoalan yang serius, tidak saja persoalan struktural," katanya.
"Karena ada semacam justifikasi atau pembenaran dari norma-norma sosial kita yang menganggap bahwa pemasungan adalah hal yang lumrah untuk mengatasi masalah," Taufan menambahkan.
Taufan menuturkan bahwa praktik tersebut merupakan suatu tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Bahkan dapat disebut dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Ia kemudian menjelaskan di Pasal 19 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, ditegaskan ada jaminan prinsip non-diskriminasi dan pengakuan atas kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas untuk hidup mandiri dalam masyarakat.
Baca Juga: Marsan Susanto, Pahlawan ODGJ dari Bekasi
"Jadi bukan untuk dikasihani tapi harus ditempatkan sebagai manusia yang mandiri," ucap dia.
Menurutnya harus ada sebuah sistem atau mekanisme yang bisa membuat semua orang, termasuk penyandang disabilitas mental, hidup mandiri dalam satu sistem kehidupan bermasyarakat maupun bernegara.
"Karena itu saudara kita yang kita sebut sebagai ODGJ, penyandang disabilitas (mental) memiliki hak untuk bebas dari penyalahgunaan kekuasaan," kata Taufan.
Bahkan, kata Taufan, kondisi sebenarnya dari penyandang disabilitas mental harus menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan-pengambilan kebijakan.
"Termasuk juga bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam tidak manusiawi dan merendahkan," katanya.