Menurutnya, strategi yang dapat diterapkan untuk mengantisipasi bahaya tsunami dengan beberapa pendekatan, antara lain pendekatan struktural seperti pembangunan sistem peringatan dini tsunami yang bersumber bukan dari aktivitas seismik, pembangunan tanggul sepanjang pesisir pantai, shelter di kawasan yang datar dan relokasi masyarakat. Pembangunan struktur di sepanjang pesisir bisa memberikan waktu tambahan bagi masyarakat untuk evakuasi saat terjadi tsunami.
Sementara itu, peneliti dari British Geological Survey David Tappin menilik pada perspektif mitigasi. Mitigasi ini tidak terlepas dari kajian saintifik dari sumber bahayanya. Ia menjelaskan bahwa tsunami 2018 diakibatkan longsoran badan Gunung Anak Krakatau, yang tidak dipicu erupsi Krakatau.
Namun, struktur yang tidak stabil dari kondisi badan gunung yang terus tumbuh dalam 90 tahun sejak 1927.
Penambahan volume badan gunung dari material vulkanik tersebut terjadi di sisi yang mengarah pada kaldera bawah laut akibat letusan 1883, sehingga badan gunung tidak stabil dan kolaps pada tahun 2018.
Fakta ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk upaya mitigasi dan pembangunan sistem peringatan dini tsunami akibat flank collapse (runtuhnya sebagian badan gunung api di tengah laut) di masa depan. Hal tersebut sebagaimana Tappin mengatakan bahwa flank collapse yang dapat meicu tsunami bisa terjadi meskipun gunung tersebut tidak meletus.
Menurutnya, salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan yaitu edukasi masyarakat. Ini merupakan tahap utama yang perlu di bangun di tengah masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana. Ia juga menekankan pada poin kunci terkait edukasi mitigasi, yaitu pengetahuan terkait aktivitas vulkanik, dampak bahaya terhadap masyarakat lokal serta pemanfaatan pengetahuan lokal.
“Edukasi yang dimiliki oleh masyarakat lokal bisa jadi sebagai langkah dalam upaya mitigasi terhadap bahaya tsunami,” ujar Tappin.
Diseminasi pengetahuan kebencanaan kepada publik menjadi tujuan diselenggarakannya webinar ini. BNPB berharap pemeliharaan bukti sejarah masa lalu, khususnya tsunami yang dipicu oleh Gunung Krakatau dan Anak Krakatau ini dapat menjadi edukasi bagi masyarakat. Bencana geologi merupakan kejadian yang berulang, sekali dia terjadi di masa lalu pasti akan kembali terjadi di masa mendatang.
Melalui pemahaman yang baik mengenai peristiwa sejarah bencana di masa lalu, dan berdasarkan kajian sains berbasis bukti di lapangan, diharapkan dapat dapat dirumuskan kebijakan yang berbasis pengelolaan risiko sehingga pembangunan dapat berjalan dengan aman dan berkelanjutan di wilayah rawan bencana.
Baca Juga: Satu Warga Meninggal Dunia Saat Gempa Tojo Una-Una, Warga Berlarian ke Gunung