Suara.com - Direktur Eksekutif Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menilai alasan cercaan masyarakat untuk peringanan hukuman vonis terdakwa kasus korupsi bansos Covid-19, Juliari Batubara menjadi sebuah kesalahan yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Pasalnya, cercaan masyarakat itu seharusnya menjadi inspirasi bagi Majelis Hakim untuk menghukum Juliari sesuai dengan perbuatan dan akibatnya.
Cercaan masyarakat itu timbul sebagai sanksi sosial kepada Juliari yang berani mengkorupsi bansos Covid-19. Bansos itu diadakan pemerintah untuk bisa membantu masyarakat yang terdampak akibat adanya pandemi. Sanksi sosial tersebut jelas tidak dapat terbendung karena masyarakat yang begitu marah melihat haknya malah dikorupsi oleh Juliari yang kala itu masih menjadi Menteri Sosial.
"Duitnya dikorupsi, karena duitnya dikorupsi itulah orang-orang marah dan dikorupsi untuk kepentingan politik dari Juliari Batubara," kata Haris dalam akun YouTubenya yang dikutip Suara.com, Jumat (27/8/2021).
Selain itu, amarah masyarakat juga timbul diakibatkan tidak transparannya pengungkapan aliran dana korupsi bansos. Itu diyakininya sebab harta yang dimiliki Juliari tidak sebanyak dari uang yang diperolehnya dari praktik korupsi.
Baca Juga: Soal Vonis 12 Tahun Juliari, Haris Azhar Sebut Majelis Hakim Seperti Alami Sesat Pikir
Terlebih menurut Haris cercaan masyarakat juga bisa terbilang sopan. Bukannya dijadikan alasan untuk pengurangan masa hukuman penjara, cercaan masyarakat itu menurut Haris harusnya dijadikan inspirasi bagi Majelis Hakim untuk menaruh rasa iba kepada korban.
"Space, ruang, energri iba hakim itu harusnya dialamatkan kepada masyarakat yang harusnya menerima bantuan sosial yang lebih, yang pada kenyataan justru dikorupsi oleh Juliari Batubara," ucapnya.
"Hakim harusnya memberikan hukuman yang setimpal dengan kejahatan tersebut. Hakim juga harusnya mengungkap ke mana aliran uang tersebut."
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 12 tahun penjara terhadap Juliari P Batubara dalam perkara korupsi bantuan sosial Covid-19 se-Jabodetabek tahun 2020. Selain pidana penjara, Juliari juga harus membayar uang denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara.
"Menyatakan terdakwa Juliari P Batubara terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif," kata Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/8/2021).
Baca Juga: Eks Mensos Juliari Divonis Ringan, Warga Terpaksa Olah Bansos Tak Layak
Hakim Damis juga memberatkan pidana Juliari dengan membayar uang pengganti Rp14,5 miliar. Bila tidak membayar keseluruhan uang pengganti, maka akan mendapatkan tambahan pidana selama 2 tahun penjara.
Selain itu, Majis Hakim juga mencabut hak politik Juliari sebagai pejabat publik selama 4 tahun. Putusan majelis hakim lebih berat satu tahun dari tuntutan Jaksa KPK 11 tahun penjara. Dalam tuntutan Jaksa KPK, Juliari juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Kemudian, Majelis Hakim pun membeberkan hal-hal yang menjadi pertimbangan terhadap vonis 12 tahun penjara Juliari.
Adapun hal memberatkan yang disampaikan hakim bahwa terdakwa Juliari tidak berjiwa kesatria untuk mengakui perbuatannya dalam korupsi bansos.
"Perbuatan terdakwa dapat dikualifikasi tidak ksatria, ibaratnya lempar batu sembunyi tangan. Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Bahkan menyangkali perbuatannya," ucap hakim Muhammad Damis di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/8/2021).
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah Covid-19. Sedangkan, pertimbangan dalam hal meringankan yang diberikan terdakwa Juliari belum pernah dijatuhi pidana.
Lebih lanjut, Juliari juga dalam meringankannya sudah cukup menderita dengan mendapatkan hinaan oleh masyarakat. Padahal, kata Majelis Hakim M. Damis bahwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ucap Damis.
Selain itu, kata Damis, bahwa terdakwa Juliari juga selama menjalani 4 bulan persidangan hadir dengan tertib dan tidak pernah bertingkah dng macam-macam alasan yang akan mengakibatkan persidangan tidak lancar.
Selain pidana badan, Juliari harus membayar uang denda sebesar Rp500 juta, subsider enam bulan penjara.
Hakim juga menambah pidana terhadap terdakwa Juliari membayar uang pengganti Rp 14.597.450.000. Bila tak membayar keseluruhan uang pengganti maka akan mendapatkan tambahan pidana selama 2 tahun.