Inggris Evakuasi 13.000 Orang dari Afghanistan

Siswanto Suara.Com
Jum'at, 27 Agustus 2021 | 09:48 WIB
Inggris Evakuasi 13.000 Orang dari Afghanistan
Stadion Ghazi, stadion terbesar di Afghanistan yang berkapasitas 25.000 penonton di Kota Kabul dipenuhi suporter. [NICOLAS ASFOURI / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Inggris mengatakan pada Kamis (26/8) telah mengevakuasi lebih dari 13.000 orang dari Afghanistan, sementara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan pemerintahnya akan melanjutkan operasi evakuasi di Kabul pascaserangan di dekat bandara.

"Evakuasi warga Afghanistan dan Inggris oleh militer, di bawah Operasi PITTING, sejauh ini telah mengeluarkan 13.146 orang dari Kabul sejak misi dimulai pada Jumat 13 Agustus," kata Kementerian Pertahanan Inggris dalam pernyataan Kamis malam.

Jumlah orang yang telah dievakuasi itu mencakup staf kedutaan, warga negara Inggris, mereka yang memenuhi syarat di bawah program Kebijakan Relokasi dan Bantuan Afghanistan, dan sejumlah warga negara dari negara-negara mitra, pernyataan itu menambahkan.

Sebuah serangan bom bunuh diri pada Kamis di gerbang bandara Kabul, yang dipadati orang, menewaskan puluhan warga sipil dan 12 tentara AS serta membuat kacau upaya untuk menerbangkan puluhan ribu warga Afghanistan, yang bergegas ingin pergi meninggalkan negara itu.

Serangan itu dinyatakan ISIS dilakukan oleh kelompoknya.

Baca Juga: Klaim Serangan Bandara Internasional Kabul, Taliban Sebut ISIS Murtad Dari Ajaran Islam

Setelah Johnson memimpin pertemuan soal tanggap darurat tentang situasi di Afghanistan, dia mengatakan pengangkutan udara Inggris akan terus "berlangsung sampai saat-saat terakhir".

Kementerian Luar Negeri Inggris pada Kamis malam mengeluarkan peringatan baru, yang menyebutkan ada "ancaman tinggi serangan teroris" di sekitar bandara Kabul.

Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan awal bulan ini dari pemerintah yang didukung AS, mengakibatkan ribuan orang lari menyelamatkan diri dan berpotensi merintis kembalinya kekuasaan militan dan otokratis dua dekade lalu. [Reuters/Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI