Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan pegawai negeri sipil bernama Kardi karena tidak hadir memenuhi panggilan sebagai saksi dalam kasus suap dan tindak pidana pencucian uang atau (TPPU) pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut PNS Kardi tidak memberikan alasan ketidakhadirannya pada Rabu (25/8/2021) kemarin. Padahal, KPK sudah sesuai prosedur memproses pemanggilan saksi Kardi.
"Tim penyidik telah melakukan pemanggilan secara patut agar kooperatif hadir. Namun informasi yang kami terima, yang bersangkutan tidak memberikan konfirmasi terkait alasan ketidakhadirannya," kata Ali saat dikonfirmasi, Kamis (26/8/2021).
Ali mengaku penyidik KPK akan menyusun kembali jadwal ulang untuk pemanggilan saksi Kardi. Sekaligus, KPK memberikan ultimatum agar PNS Kardi kooperatif untuk hadir ke KPK.
Baca Juga: Ungkap Ada di Luar Negeri, KPK Dinilai Bertaruh Mahal Jika Gagal Tangkap Harun Masiku
"KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya dan tim penyidik akan segera kembali mengirimkan surat panggilan," katanya.
Sebelumnya, Ali menjelaskan penerapan pasal TPPU karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari hasil tindak pidana korupsi. Maka itu KPK kini tengah melakukan penyidikan.
"Itu pembelian aset-aset bernilai ekonomis seperti properti maupun aset lainnya," ujar Ali.
Ali berjanji akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut proses penyidikan kasus tersebut.
KPK diketahui tengah mengusut kasus penerimaan suap hingga gratifikasi mantan bos Lippo Group, Eddy Sindoro. Adapun kasus ini disebut-sebut kembali menjerat eks Sekretaris MA Nurhadi.
Baca Juga: Bantah Laporkan Aa Umbara ke KPK, Hengky Kurniawan Senggol Sosok Sutradara
Penyidik KPK menemukan bukti bahwa dalam kasus Nurhadi sebelumnya ditemukan fakta baru dalam sidang perkara suap tahun 2012-2016 di Mahkamah Agung.
Sementara itu, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono telah divonis hukuman masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, pada Rabu (10/3).
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU KPK, yaitu menuntut Nurhadi 12 tahun penjara dan Rezky 11 tahun dengan denda masing-masing Rp1 miliar. Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara atau PT KBN.
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37,2 miliar. Uang gratifikasi itu diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak,