Hujan Ekstrem di Eropa Makan Korban, Kemungkinan karena Pemanasan Global

Reza GunadhaBBC Suara.Com
Rabu, 25 Agustus 2021 | 21:10 WIB
Hujan Ekstrem di Eropa Makan Korban, Kemungkinan karena Pemanasan Global
Ilustrasi pemanasan global (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Banjir mematikan di Eropa, Juli 2021, akibat hujan deras kemungkinan besar  disebabkan oleh perubahan iklim, kata para ilmuwan.

Banjir di Jerman, Belgia dan bagian lain menewaskan sedikitnya 220 orang ketika kota-kota dan desa-desa kebanjiran.

Para peneliti mengatakan pemanasan global membuat peristiwa hujan deras seperti itu dapat terjadi hingga sembilan kali lebih mungkin di Eropa wilayah barat.

Hujan di wilayah tersebut, 3-19% lebih intens karena pemanasan bumi yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

Baca Juga: Peringatan Dini Kekeringan Kategori Awas dan Siaga Dirilis untuk Jawa Timur hingga NTT

Banjir dramatis dan mematikan yang melanda Jerman, Belgia dan tempat lain pada pertengahan Juli mengejutkan peramal cuaca dan otoritas lokal.

Nyawa hanyut disapu banjir. Rumah-rumah, jalan raya dan jalur kereta api hancur oleh serangan air yang deras.

Banjir yang parah itu disebabkan oleh hujan deras selama 1-2 hari di tanah yang sudah basah, dikombinasikan dengan faktor hidrologi lokal seperti tutupan lahan dan infrastruktur.

Untuk menganalisis dampak perubahan iklim pada peristiwa hujan deras itu, para peneliti dari kelompok Atribusi Cuaca Dunia berfokus pada curah hujan sebelum banjir terjadi.

Mereka melakukan cara ini karena beberapa sistem pemantauan hidrologi, yang akan memberi mereka informasi yang lebih akurat tentang banjir, rusak oleh banjir.

Baca Juga: BMKG: Ada Potensi Curah Hujan Ekstrem dalam 20 Hari ke Depan

Data curah hujan menunjukkan, di daerah sekitar sungai Ahr dan Erft di Jerman serta di wilayah Meuse di Belgia, mencapai 90 milimeter dalam satu hari.

Walaupun para ilmuwan menemukan tren peningkatan curah hujan di wilayah-wilayah kecil itu, untuk membuat kesimpulan bahwa bencana itu dipengaruhi perubahan iklim merupakan suatu tantangan.

Ada sejumlah besar variabilitas alami dari tahun ke tahun dalam pola curah hujan lokal yang harus diamati juga.

Sehingga, untuk benar-benar melihat pengaruh kenaikan suhu, para peneliti memperluas analisis mereka.

Para peneliti melihat bagian yang lebih besar dari Eropa bagian barat, termasuk Prancis timur, Jerman barat, Belgia timur, Belanda, Luksemburg, dan Swiss utara.

Hasilnya, tim menemukan bahwa di wilayah yang luas ini, perubahan iklim yang didorong oleh manusia meningkatkan intensitas hujan yang turun dalam satu hari di musim panas antara 3% dan 19%.

Meningkatnya suhu juga membuat hujan yang memicu banjir besar itu lebih mungkin terjadi dengan faktor antara 1, 2 dan 9.

Sebagian besar studi atribusi cepat hingga saat ini telah dilakukan pada peristiwa panas ekstrem seperti kebakaran hutan AS dan Kanada baru-baru ini.

Meneliti peristiwa curah hujan ekstrem merupakan tantangan yang sulit.

"Kami harus menggabungkan pengetahuan para ahli dari beberapa bidang studi untuk memahami pengaruh perubahan iklim terhadap banjir dahsyat bulan lalu, dan untuk memperjelas apa yang bisa dan tidak bisa kami analisis dalam peristiwa ini," kata Sjoukje Philip, peneliti iklim dari Royal Dutch Meteorological Institute (KNMI) dan bagian dari tim WWA.

"Sulit untuk menganalisis pengaruh perubahan iklim pada curah hujan yang tinggi di tingkat lokal, tetapi kami dapat menunjukkan bahwa, di Eropa bagian barat, emisi gas rumah kaca telah membuat kejadian seperti ini lebih mungkin terjadi."

Para peneliti mengatakan bahwa dalam iklim saat ini, di lokasi tertentu di Eropa Barat, peristiwa curah hujan seperti yang terjadi pada bulan Juli itu hanya dapat terjadi sekali dalam 400 tahun.

Namun, dengan berlanjutnya emisi gas rumah kaca dan meningkatnya suhu, hujan deras yang membawa kesengsaraan ke beberapa bagian Eropa akan menjadi lebih umum dan sering terjadi.

"Model iklim mutakhir kami menunjukkan peningkatan peristiwa curah hujan ekstrem yang bergerak lambat di dunia yang lebih hangat di masa depan," kata Profesor Hayley Fowler dari Universitas Newcastle.

"Peristiwa ini dengan jelas menunjukkan bagaimana masyarakat tidak tahan terhadap cuaca ekstrem saat ini.

"Kita harus mengurangi emisi gas rumah kaca secepat mungkin, serta meningkatkan sistem peringatan dan manajemen darurat serta membuat infrastruktur kita 'tahan iklim'."

"Untuk mengurangi korban, biaya dan membuat mereka lebih mampu menahan peristiwa banjir ekstrem ini."

Penelitian yang menggunakan metode peer-review ini dilakukan oleh 39 peneliti. Hal ini dapat ditemukan di sini.

Ikuti Matt di Twitter @mattmcgrathbbc.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI