Charlie Watts Meninggal, Drumer The Rolling Stones yang Hajar Mick Jagger

Reza GunadhaBBC Suara.Com
Rabu, 25 Agustus 2021 | 18:35 WIB
Charlie Watts Meninggal, Drumer The Rolling Stones yang Hajar Mick Jagger
Drummer Charlie Watts beraksi saat konser Rolling Stones "No Filter" di Chicago, Illinois, Jumat (21/6/2019). Rolling Stones memulai konser pada 21 Juni 2019 di Chicago dan bakal menjalani konser bertajuk Tour No Filter ini hingga 31 Agustus 2019. Bila tidak ada perubahan, konser terakhir mereka akan digelar di Miami. [ANTARA FOTO/REUTERS/Daniel Acker/pras]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penabuh drum, Charlie Watts, yang meninggal dunia di usia 80 tahun, meletakkan pondasi yang menopang keberhasilan musik grup legendaris Rolling Stones.

Kelompok musik ini menjadi buah bibir bagi kelebihan dari warna musik rock 'n' roll, tapi bagi Watts, bermain dengan Stones tak menjadikannya sebagai perjalanan ego yang memunculkan nama Mick Jagger dan Keith Richards.

Sebagai penggila jazz, Watts bersaing dengan Bill Wyman untuk mendapatkan gelar sebagai anggota band yang tidak menonjol: dia menghindari pusat perhatian dan jarang memberikan wawancara.

Dan dia terkenal menggambarkan hidup lima tahun bermain dengan Stones, dan selama 20 tahun berkelana bersamanya.

Baca Juga: 5 Fakta Charlie Watts Drummer Rolling Stones, Gemar Menggambar Kamar Hotel Saat Tur Konser

Charles Robert Watts lahir 2 Juni 1941 di RS Universitas College di London, dan besar di Kingsbury, sekarang bagian dari London Borough of Brent.

Ayahnya seorang sopir truk, dan Watts besar di rumah prefab, di mana keluarganya pindah setelah Jerman menjatuhkan bom yang meluluhlantakan ratusan rumah di daerah tersebut.

Seorang teman masa kecil pernah menceritakan bagaimana awal mula Watts tertarik dengan jazz, dan mengenang soal menikmati alunan lagu dari piringan hitam 78s di kamar Charlie dengan alunan lagu dari para seniman seperti Jelly Roll Morton dan Charlie Parker.

Di sekolah, ia mengembangkan minat dan bakanya pada seni, ia melanjutkan pendidikannya di Harrow Art School sebelum akhirnya mendapatkan kerjaan sebagai perancang grafis dengan biro iklan lokal.

Tapi, kecintaannya terhadap musik tetap berlanjut, menjadi kekuatan yang mendominasi dalam hidupnya. Orang tuanya membelikan seperangkat drum ketika ia berusia 13 tahun, dan dia bermain bersama dengan rekaman-rekaman musik jazz-nya.

Baca Juga: Drummer Rolling Stones Charlie Watts Meninggal Dunia di Usia 80 Tahun

Dia mulai bermain drum di klub dan pub lokal, pada 1961 permainannya didengar oleh Alexis Korner, yang menawarkan untuk bekerja pada band-nya. Blues Incorporated, melengkapi bagian penting dalam warna musik rock Inggris.

Di dalam Blues Incorporated juga ada pemain gitar bernama Brian Jones yang memperkenalkan Watts pada Rolling Stones muda. Saat itu drummer aslinya adalah Tony Chapman, tapi sudah keluar dari band.

Hasil pertemuan tersebut, menurut Watts, merupakan "empat dekade menjumpai Mick luntang-lantung yang berlarian di hadapan saya".

Keterampilan dan pengalaman Watts sangat berharga. Bersama dengan Bill Wyman, dia menyajikan melodi musik dengan gitaris Richard dan Jones, dan penampilan anggun Jagger.

Konser awal Stones sering kali berubah menjadi kekacauan saat penggemar perempuan bersemangat memanjat panggung untuk memeluk idola mereka. Watts sering kali mempertahankan ketukan irama musik walaupun beberapa perempuan bergelantung di lengannya.

Selain kemampuan bermusik, pengalaman disain grafisnya juga terbukti bermanfaat. Dia memberikan gagasan ciamik pada album 1967 yaitu Between the Buttons, dan membantu menciptakan set panggung menjadi fitur penting bagi tur band.

Watts juga memberikan gagasan tentang promo tur 1975 di Amerika Serikat, dengan meminta band memainkan lagu Brown Sugar di belakang truk yang melaju di jalanan Manhattan.

Dia ingat band jazz New Orleans menggunakan teknik serupa dan kemudian ditiru oleh kelompok musik lainnya, termasuk AC/DC dan U2.

Gaya hidupnya selama perjalanan musiknya, sangat kontras dengan anggota band lainnya. Dia terkenal selalu menolak pesona gerombolan groupies yang mengganggu band di semua tur musik. Ia tetap setia pada istrinya, Shirley yang ia nikahi pada 1964.

Masa suram

Namun, di pertengahan 1980an, selama krisis paruh baya, Watts keluar dari jalur dengan minuman beralkohol, dan narkoba yang membuatnya kecanduan heroin.

"Saat itu buruk sekali," dia kemudian menyindir, "bahkan Kith Richards, terbekatilah dia, mengatakan pada saya untuk melaluinya bersama-sama."

Pada saat yang bersamaan, istrinya berjuang melawan kecanduan alkohol, dan anaknya Seraphina telah menjadi semacam "anak liar", dikeluarkan dari sekolah bergengsi Millfield karena menghisap ganja.

Hubungan Watts dengan Jagger juga mengalami masa-masa suram.

Dalam peristiwa yang terkenal, di sebuah hotel di Amsterdam pada 1984, Jagger yang saat itu mabuk dilaporkan membangunkan Watts dengan berteriak di telepon "Di mana drummer saya?"

Tak terima dengan perkataan Jagger itu, Watts menghampiri kamar vokalis tersebut. Begitu pintu dibuka, tanpa basa-basi Watts melayangkan bogem mentah dengan tangan kirinya ke rahang Jagger.

"Jangan pernah panggil saya 'drummer-mu' lagi, penyanyiku sialan," ujar Watts.

Insiden Watts dan Jagger itu digambarkan dalam buku berjudul "Life", otobiografi sang gitaris utama Keith Richard yang terbit pada tahun 2010.

Begitu pula dalam buku "Under their Thumb" yang ditulis Bill German, editor fanzine Rolling Stone yang mengikuti band itu secara dekat selama hampir dua dekade dan telah menerbitkan banyak wawancara dan materi yang belum pernah terbit.

Krisis itu berlangsung dua tahun dan Shirley, sang istri, membantu Watts keluar dari masa suram itu.

Burung terbang tinggi

Diperkirakan berpenghasilan 80 juta pound sterling (Rp1,5 triliun lebih) dari hasil menikmati popularitas bersama Rolling Stones yang bertahan lama. Charlie Watts hidup dengan isitrinya di sebuah peternakan di Devan, di sana mereka beternak kuda Arab.

Dia juga menjadi ahli perak antik, dan mengoleksi banyak hal dari memorabilia Perang Saudara Amerika hingga mobil tua. Koleksi mobil tua ini membuahkan rasa penasaran, karena dia tidak mengemudi.

Di antara tur musik rutinnya, Watts tetap memanjakan kecintaannya pada jazz. Meskipun dia selalu menikmati menabuh drum dengan musik rock, dan mencintai pekerjaannya bersama Stones, jazz memberinya, seperti yang ia katakan, "lebih banyak kebebasan untuk bergerak".

Kembali kesenian, dia menyelesaikan sebuah biografi pemain saksofon jazz Charlie Parker, berjudul Ode To A High Flying Bird.

Pada 1990, dia menggunakan buku tersebut sebagai dasar untuk untuk penghormatan kepada pria yang mereka panggil 'burung' di album Charlie Watts Quintet. Ini menampilkan sejumlah teman musisi jazz, termasuk pemain saksofon, Pete King.

Watts bermain dan merekam dengan beragam inkarnasi band-band besar. Pada satu pertunjukan, di Ronnie Scott, dia manggung bersama 25 orang lainnya, termasuk tiga drummer.

Selalu tampil mempesona - Namanya muncul dalam daftar pria berpakaian terbaik - Watts tetap menjejakkan kaki di atas tanah sepanjang karirnya, dengan salah satu band paling abadi di dunia.

"Semestinya kan seks, narkoba dan rock 'n' roll," dia pernah berkata. "Saya tidak benar-benar seperti itu. Saya tak pernah benar-benar melihat Rolling Stones sebagai apa pun."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI