Suara.com - Kepala Badan Ops Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) hingga kini masih terus bergerak. Mereka disebut aktif membangun jaringan lewat regenerasi, pelatihan dan struktur organisasi yang solid, dengan sistem pendanaan yang memadai.
"Geliat Jamaah Islamiyah hingga kini tak pernah mereda," kata Aswin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Aswin mengatakan kelompok Jamaah Islamiyah mendominasi aksi teror pengeboman, bom bunuh diri maupun penembakan.
Puncak aksi teror kelompok Jamaah Islamiyah terjadi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2009. Hampir semua pelaku bom di Indonesia dari sejak Bom Bali I pada tahun 2000 hingga 2009 adalah alumni Afghanistan.
Baca Juga: Densus Tangkap 53 Terduga Teroris, Sita Sejumlah Kotak Amal dan Celengan
"Jamaah Islamiyah hingga kini masih terus bergerak. Ini sangat memungkinkan mengingat gerakan mereka di bawah permukaan tidak pernah mengendur," ujar Aswin.
Menurut dia, pengungkapan lembaga donasi Syam Organizer (SO) sebagai salah satu bejana bagi pendanaan Jamaah Islamiyah oleh Densus 88 dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan kekuatan jaringan tersebut.
"Tercatat mereka berhasil menjaring dana lebih dari Rp100 Miliar untuk mendukung operasionalnya," ungkapnya.
Densus mencatat kelompok Jamaah Islamiyah melakukan penarikan dana dari masyarakat dan mendistribusikannya dalam bentuk tunai melalui kurir-kurir kepada banyak struktur JI untuk pembiayaan rekrutmen dan pelatihan.
Dana tersebut, lanjut Aswin, juga dialirkan untuk kebutuhan buronan (daftar pencarian orang/DPO) teroris yang berada dalam persembunyian, teroris yang sedang berada di lapangan, termasuk juga kebutuhan teroris yang telah tertangkap kepolisian.
Baca Juga: Galang Dana Lewat Infak, Teroris JI Kelola Yayasan Amal Syam Organizer
"Para anggota JI yang terlibat dalam aksi-aksi teror tersebut mendapat bantuan dari anggota JI yang lain untuk disembunyikan," bebernya.
Pada November 2020 telah dilakukan penangkapan terhadap dua DPO kasus Bom Bali I (tahun 2000) dan pelaku utama rangkaian aksi teror di Poso pada tahun 2004 hingga 2006. Mereka adalah Zulkarnaen alias Aris Sumarsono alias Daud alias Zaenal Arifin alias Abdulrahman dan Taufik Bulaga alias Syafrudin alias Udin Bebek alias Upik Lawanga.
"Selama bertahun-tahun mereka disembunyikan dengan rapi, melalui jaringan dan pendanaan yang kuat. Bahkan Upik Lawanga dalam persembunyiannya diketahui masih aktif melakukan perakitan senjata dan bahan peledak," kata Aswin.
Lebih lanjut Aswin menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir, Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap anggota jaringan Jamaah Islamiyah sebanyak 25 orang pada tahun 2019, lalu 64 orang pada 2020, dan sampai Agustus 2021 sebanyak 133 orang.
"Berbagai penangkapan yang telah dilakukan oleh Densus 88 Antiteror Polri hampir selalu beririsan dengan organisasi JI, dan dari tahun ke tahun anggota JI yang ditangkap semakin meningkat," ujarnya.
Namun demikian, penindakan terhadap kelompok teroris ini tidak akan pernah ada habisnya jika tidak ada resistensi dari masyarakat. Untuk itu, Aswin mengimbau kepada masyarakat untuk mendukung upaya Polri dalam mencegah dan menindak pelaku tindak pidana terorisme di Tanah Air.
"Bagaimanapun, pencegahan harus dimulai dari hulu, yakni dari masyarakat sebagai sasaran rekrutmen utama berbagai kelompok teror. Jika masyarakat menolak, jaringan teroris tidak akan menemukan ruang untuk menghidupkan organisasinya dan melaksanakan aksinya," tutup Aswin.
Penangkapan dan pengungkapan terorisme yang dilakukan Tim Densus 88 Antiteror Polri dan jajaran mendapat apresiasi dari Kementerian Agama RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Dirjen Binmas Islam Kemenag RI Prof Kamarudin mengatakan perlunya pengarusutamaan moderasi agama untuk menangkal berbagai aksi terorisme yang mengatasnamakan agama.
Sementara itu, Ketua Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme (BPET) MUI Pusat Muhammad Syauqilah menghimbau agar masyarakat berhati-hati dalam menyalurkan donasinya, jangan sampai niat baik masyarakat justru menghidupkan kelompok-kelompok yang ingin menebar teror di masyarakat.
"Kami mengajak masyarakat untuk berdonasi di lembaga resmi, guna menghindari dana yang didonasikan untuk membiayai gerakan radikalisme dan terorisme," ujar Syauqilah.
Terpisah, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menilai Jamaah Islamiyah (JI) adalah salah satu jaringan teroris di Indonesia yang mempunyai resiliensi yang sangat kuat dengan Afghanistan.
Menurut Islah, pengiriman anggota JI ke Afghanistan untuk berlatih militer dan perakitan bom dimulai sejak pertama kali berdiri pada tahun 1992.
"Di bawah kepemimpinan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir, JI pada saat itu secara berkala mengirimkan anggotanya ke Afghanistan hingga beberapa angkatan," katanya. (Antara)