Suara.com - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin, mendesak KPK untuk segera menyelesaikan proses penyelidikan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) dengan menggunakan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut bisa digunakan karena berdasarkan temuan MAKI diduga harga sembako yang dibagikan ke masyarakat berkisar Rp 188 ribu perpaket, padahal dalam ketentuan yang telah ditetapkan dianggarkan Rp 300 ribu setiap paketnya.
“Yang berikutnya adalah yang menuntut KPK untuk segera menyelesaikan proses penyelidikan atas penerapan pasal 2 dan pasal 3 (UU Pemberantasan Tipikor) pengadaan sembako bansos, di mana itu diduga ada penyunatan-penyunatan,” kata Boyamin saat dihubungi Suara.com, Senin (23/8/2021).
Seperti diketahui, dalam perkara korupsi bansos Covid-19, mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara hanya divonis 12 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Hakim merujuk pada Pasa 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor.
Baca Juga: Vonis 12 Tahun Juliari Tidak Masuk Akal, ICW: Seharusnya Seumur Hidup
Padahal diketahui korupsi yang dilakukan eks politikus PDI Perjuangan dalam keadaan krisis pandemi Covid-19. Karenanya kata Boyamin, pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tipikor harus digunakan KPK dalam menyelesaikan perkara ini.
Dalam pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor disebutkan, ‘Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).’
Kemudian pada ayat 2 berbunyi, ‘Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.’
Sementara di pasal 3 berbunyi, ‘Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).’
“Nah nanti kalau ditemukan dugaan penyunatan dari Rp 300 ribu perpaket, tinggal Rp 188 ribu, maka ini memenuhi kriteria pasal dua dan pasal 3 UU pemberantasan korupsi. Yang mana hukumannya bisa dituntut hukuman mati berdasarkan pasal 2 ayat 2,” kata Boyamin.
Baca Juga: Juliari Divonis Ringan usai Menderita Dibully, Publik: Hakim Berjiwa Lembut Ya
Menurut Boyamin dengan menggunakan kedua pasal tersebut dapat membuka peluang ditetapkannya tersangka baru.
“Supaya meningkatkan penyidikan, menetapkan tersangka baru dan tidak terlepas dari pejabat-pejabat yang sudah disidangkan di kasus bansos bisa. Jadi tersangka lagi di kasus pasal 2 dan pasal 3,” jelasnya.
Kemudian dalam pengusutannya, KPK juga harus menggunakan Undang-undang tentang Pencucian Uang.
“Ini harus dilacak aliran dananya dengan pengenaan pasal pencucian uang sehingga terlacak siapa yang di belakang layar. Seakan-akan tidak tercantum di sebuah perusahaan pengadaan sembako tetapi sebenarnya dia owner benefit. Jadi artinya pemilik yang sesungguhnya menerima keuntungan. Hanya dengan cara (UU) pencucian uanglah bisa dikejar orang-orang yang di belakang layar tersebut,” tegas Boyamin.
Terakhir Boyamin mengancam bakal mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke pengadilan jika dalam penyelidikan menggunakan pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tipikor terkesan lamban.
“Kalau nanti penyelidikannya yang sudah dijalankan KPK ini lamban, MAKI mengajukan gugatan praperadilan lagi,” ujarnya.