Suara.com - Lembaga survei Fixpoll mengeluarkan hasil survei terbarunya mengenai isu amandemen UUD 1945 terkait masa jabatan presiden. Hasilnya, sebanyak 57,5 persen responden tidak setuju dan sangat tidak setuju amandemen dilakukan agar presiden menjabat lebih dari 2 periode.
Survei dilakukan periode 16 sampai 27 Juli 2021 dengan 1.240 responden menggunakan metode multistage random sampling. Dengan margin of error 2,89 persen.
Direktur Eksekutif Fixpoll, Anas menjelaskan awalnya ia menyodorkan pertanyaan terhadap para responden dengan pertanyaan 'Apakah Ibu/Bapak Sangat Setuju/Setuju/Netral/Tidak Setuju/SangatTidak Setuju dengan rencana Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 agar Presiden dapat menjabat lebih dari 2 Periode?'.
"Hasilnya sebanyak 57,5 persen tidak setuju dan sangat tidak setuju amandemen dilakukan agar presiden menjabat lebih dari 2 periode. Sementara 11,4 persen setuju dan sangat setuju. Untuk 12,6 persen responden menjawab tidak tahu atau tak menjawab," kata Anas dalam paparannya secara daring, Senin (23/8/2021).
Baca Juga: Wakil Ketua MPR: Amandemen UUD 1945 Tidak Urgen, Bukan Prioritas saat Pandemi
Selain itu, Anas juga memaparkan banyak juga responden yang tidak setuju dengan amandemen untuk menambah masa jabatan presiden lebih dari 5 tahun. Hasilnya sebanyak 61 persen menyatakan tidak setuju amandemen dilakukan agar ditambah masa jabatan presiden.
"61 persen menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju masa jabatan presiden ditambah atau lebih 5 tahun. Hanya 7,9 persen yang menyatakan setuju dan sangat setuju dan 12,7 persen tidak menjawab atau tidak tahu," tuturnya.
Adapun dalam rilis survei ini turut dihadiri sejumlah politisi diantaranya seperti Politisi PDIP Junimart Girsang, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, Politisi Gerindra Habiburolhman, Politisi PKS Kurniasih Mufida dan Politisi Demokrat Herzaky Mahendra Putra.
UUD 1945 Bukan Kitab Suci
Sebelumnya Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan kitab suci.
Baca Juga: Soal Amandemen UUD 1945, PKS: Tak Peka, Kesannya Pentingkan Kekuasaan Ketimbang Rakyat
Sehingga kata Bamsoet bukan hal tabu jika ada amandemen untuk melakukan penyempurnaan. Sebabnya, menurut Bamsoet konstitusi akan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan zaman.
"UUD Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan. Secara alamiah, konstitusi akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya," kata Bamsoet dalam pidato memperingati Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR, Rabu (18/8).
Bamsoet juga menyampaikan bahwa saat ini MPR mendapati adanya aspirasi masyarakat untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN. Aspirasi itu yang kemudian direspons MPR untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945.