Pilih 7 Napi Korupsi Ketimbang 51 Pegawai Berprestasi, Boyamin : Firli CS Sesat Pikir

Senin, 23 Agustus 2021 | 08:23 WIB
Pilih 7 Napi Korupsi Ketimbang 51 Pegawai Berprestasi, Boyamin : Firli CS Sesat Pikir
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri saat ditemui wartawan di Jawa Timur. (Suara.com/Achmad Ali).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belum selesai polemik dugaan kejanggalan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara, kekinian lembaga pimpinan Firli Bahuri ini menimbulkan kontroversi.

Terbaru KPK menyatakan, telah merekrut tujuh narapidana korupsi untuk dijadikan penyuluh antirasuah.

Langkah yang diambil KPK itu pun lantas mendapatkan kritikan tajam. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyebut, Ketua KPK, Firli Bahuri dan para pimpinan lainnya memiliki pemikiran yang sesat.

“Justru ini sesat berpikir, sesat logika dari para pimpinan KPK yang akan merekrut mantan napi tersebut,” kata Boyamin kepada Suara.com, Senin (23/8/2021).

Baca Juga: Sorot Remisi Djoko Tjandra, Laode M Syarif: Komitmen Berantas Korupsi Kemana Saja?

Kesesatan berpikir Firli Bahuri dan kawan-kawan disebutnya, karena di satu sisi KPK diduga sedang berupaya menyingkirkan 51 pegawainya dengan dalih tidak lolos TKW.

“Ini malah merekrut orang yang pernah jadi koruptor jadi penyuluh. Sementara memang pegawai KPK yang hebat-hebat yang bisa jadi penyuluh dan penegakan hukum, pemberantasan, penyidikan, segala macam malah ditendang. 51 ini adalah tulang punggung dan ruh KPK, jadi sudah sangat terbalik-balik ini, ” tegas Boyamin.

Lanjutnya, dengan kebijakan yang diambil itu, KPK seolah-seolah menganggap para narapidana adalah korban bencana.

“Seakan mereka menjadi penyintas yang selamat dari bencana. Terus diminta testimoni bagaimana caranya selamat dari bencana. Korupsi juga bukan bencana, juga bukan musibah,” kata Boyamin.

“Mereka memang dalam posisi tertentu dianggap musibah karena ketahuan, yang lain tidak ketahuan. Jadi mereka menganggap musibah, apakah sepeti itu KPK bahwa korupsi ini adalah musibah. Karena ketahuan? kan tidak,” tegasnya mempertanyakan.

Baca Juga: Satu Saksi Mangkir dalam Pemeriksaan Gratifikasi Pemkab Lampung Utara, KPK Beri Peringatan

Sebelumnya, mengutip dari Antara, Deputi Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Wawan Wardiana menyebut hanya ada tujuh napi korupsi yang lolos skrining sehingga layak menjadi penyuluh antikorupsi.

"Dari 28 (di lapas Sukamiskin) melalui beberapa tes, hanya empat orang yang memungkinkan karena ada juga yang ingin," kata Wawan dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (20/8/2021) lalu.

Akan tetapi, kata dia, setelah diuji oleh psikolog tidak memungkinkan, kemudian di Lapas Tangerang dari 22 orang, hanya tiga orang yang memungkinkan

Pada tanggal 31 Maret 2021, KPK melakukan penyuluhan antikorupsi terhadap 24 narapidana kasus korupsi sebagai bagian program asimilasi yaitu yang masa tahanannya akan segera berakhir. Kegiatan tersebut juga dilakukan di Lapas Wanita Tangerang pada tanggal 20 April 2021.

"Karena pandemi ini yang empat dan tiga orang ini belum sempat dilakukan perekaman testimoninya. Mudah-mudahan nanti kalau PPKM sudah mulai turun levelnya atau bahkan hilang, kami akan melanjutkan program untuk mendengarkan testimoni dari mereka," ungkap Wawan.

Menurut Wawan, KPK memilih narapidana yang masa hukumannya tinggal beberapa bulan atau tahun untuk mengikuti program tersebut.

"Jadi, hanya bagi mereka yang tinggal sebentar lagi keluar untuk itu disosialisasikan dampak dari korupsi diingatkan kembali," ucap Wawan.

Ia berharap kepada mereka untuk bisa memberikan testimoni yang akan menjadi pelajaran bagi para penyelenggara atau masyarakat secara umum

Testimoni tersebut, menurut Wawan, berisi mengenai kehidupan di penjara dan tahapan mereka menjadi narapidana kasus korupsi.

"Ke depan akan kami sebar luaskan, jadi edukasi bagi semua pihak untuk memetik pelajaran dari perjalanan mereka bagaimana perihnya pada saat mulai disebut sebagai tersangka, kemudian bagaimana perasaan mereka, keluarga, anak, baru jadi tersangka, divonis, dan seterusnya," ungkap Wawan.

Menurut Wawan, cerita para napi itu cukup menyedihkan.

"Apa yang terjadi lagi ternyata lebih menyedihkan bagi kami yang mendengarkan. Akan tetapi, baru mengobrol saja, belum merekam," katanya.

Wawan melanjutkan, "Baru mendengarnya saja kami sendiri sudah merasa sesuatu yang bagus untuk semua pihak. Mudah-mudahan setelah pandemi ini turun kami akan melakukan rekaman terhadap beberapa teman-teman yang bersedia."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI