Suara.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen atau Formappi, Lucius Karus mempertanyakan kepentingan Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet terkait dorongannya untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945.
"Sebenarnya perjuangan Bamsoet, Ketua MPR ini untuk kepentingan siapa atau atas nama siapa? Apakah atas nama pribadi ataukah atas nama dirinya sebagai ketua MPR atau atas nama Golkar?" tanya Lucius dalam diskusi daring, Minggu (22/8/2021).
Lucius menilai pertanyaan itu juga muncul dari publik, sebab sejauh ini Bamsoet terkesan paling getol untuk mendorong dilakukan amandemen. Bahkan, kata Lucius, sikap berbeda ditunjukkan oleh Golkar, partai asal Bamsoet yang menolak amandemen.
"Jadi sudah jelas bahwa yang sampai sekarang itu paling ngotot memperjuangkan amandemen ini keliahtannya memang ketua MPR. Tapi juga menjadi aneh ketika kemudian perjuangan dari Ketua MPR ini belakangan justru tidak selaras dengan sikap dari partai Golkar, yakni partai asal dari ketua MPR," ujar Lucius.
Baca Juga: Ketua MPR Bambang Soesatyo Disebut Akan Hadiri Pernikahan Rizky Billar
UUD 1945 Bukan Kitab Suci
Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan kitab suci.
Sehingga kata Bamsoet bukan hal tabu jika ada amandemen untuk melakukan penyempurnaan. Sebabnya, menurut Bamsoet konstitusi akan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan zaman.
"Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan. Secara alamiah, konstitusi akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya," kata Bamsoet dalam pidato memperingati Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR, Rabu (18/8).
Bamsoet sekaligus menyampaikan bahwa saat ini MPR mendapati adanya aspirasi masyarakat untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Aspirasi itu yang kemudian direspons MPR untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945.
Baca Juga: Soal Target Amandemen Terbatas UUD 1945, Ketua MPR Bilang Begini
"Saat ini sedang ditunggu masyarakat, yaitu berkaitan dengan adanya arus besar aspirasi yang berhasil dihimpun MPR, yaitu kehendak menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara," ujar Bamsoet.
Bamsoet menyadari bahwa jalan menuju ke arah amandemen memang masih panjang. Ia berujar jika mengacu pada 2 periode yang lalu, periode MPR 2009-2014 dan 2014-2019, PPHN umumnya hanya melalui undang-undang.
Namun atas dasar rekomendasi MPR di dua periode tersebut dan periode MPR saat ini, MPR di bawah kepemimpinan Bamsoet diharapkan dapat mendorong PPHN dengan payung hukum yang lebih kuat, yaitu melalui TAP MPR.
"Kenapa? Agar seluruhnya patuh dan tidak bisa diterpedo dengan perpu," kata Bamsoet.
Bamsoet mengatakan ada arus besar yang menginginkan bangsa Indonesia kembali memiliki bintang pengarah dalam jangka panjang. Mengingat kata dia sebentar lagi akan masuk pada tahun emas Indonesia pada 2045.
Ia menilai dengan keunggulan yang dimiliki, semisal bonus demografi, rakyat Indonesia akan bertambah menjadi 318 juta pada tahun 2024 dan didominasi oleh anak-anak muda atau generasi muda produktif. Dimana 70 persennya adalah generasi produktif.
Sehingga dikatakan Bamsoet diperlukan satu perencanaan yang visioner yang mampu membaca berbagai tantangan zaman yang terus menerus berkembang,
"Sehingga arus besar ini harus menjadi perhatian kami di MPR bahwa nanti apakah akan dilakukan amandemen terbatas untuk mengakomodir arus besar ini, ataukah kembali seperti dulu lagi oleh undang-undang. Ini sangat tergantung pada dinamika politik yang ada, sangat tergantung pada stakeholders di gedung ini, yaitu para pimpinan partai politik, para cendekiawan, para akademisi, para praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet.