Suara.com - Kehidupan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transeksual atau LGBT di Afganistan selalu terancam, apalagi kekinian saat kelompok fundamentalis Taliban kembali berkuasa.
Abdul, lelaki gay mengakui kekinian hidupnya dalam ancaman karena Taliban pasti membunuh dirinya. Identitas aslinya dalam liputan ini disamarkan atas alasan keamanan.
Jika dia berbicara tentang seksualitasnya kepada orang yang salah, Abdul bisa saja ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Ada ketentuan hukum Afghanistan yang mengatur itu.
Namun sejak Taliban menguasai kota-kota besar di Afghanistan pekan lalu, Abdul berkata, jika seksualitasnya sekarang yang terungkap, dia terancam "dibunuh di tempat".
Baca Juga: Demi Kabur dari Afghanistan, Diva Ini Tumpangi Jet Kargo AS
Taliban merupakan kelompok dengan kekuatan bersenjata yang pekan lalu kembali menguasai Afganistan. Mereka dikenal bercita cita menegakkan cita-cita Islam secara ekstrem.
Hukum syariah yang diinterpretasi Taliban melarang homoseksualitas dan memuat ancaman mati bagi para pelakunya.
Saat terakhir kali Taliban berkuasa di Afghanistan, selama tahun 1996 hingga 2001, Abdul yang kini berusia 21 tahun belum lahir.
"Saya pernah mendengar orangtua dan orang-orang tua saya berbicara tentang Taliban," kata Abdul.
"Kami menonton beberapa film terkait mereka, tapi sekarang saya seperti berada di dalam film itu," ujarnya.
Baca Juga: Evakuasi WNI di Afganistan Tak Mudah, Ini Cerita Pesawat TNI AU Berhasil Mendarat di Kabul
'Dulu ada kehidupan di kota ini'
Abdul pekan ini seharusnya mengikuti ujian akhir universitas, pergi makan siang bersama teman-teman, dan mengunjungi pacar yang dia temui di kolam renang tiga tahun lalu.
Sebaliknya, dia hanya duduk di rumahnya selama empat hari berturut-turut. Pasukan Taliban saat ini berpatroli di sekitar rumahnya.
"Bahkan ketika saya melihat Taliban dari jendela, saya merasa sangat takut. Tubuh saya mulai gemetar karena melihat mereka," kata Abdul.
"Warga sipil dibunuh. Saya rasa saya tidak akan pernah berbicara di depan mereka," ucapnya.
Namun bukan hanya Taliban yang tidak bisa mengetahui seksualitas Abdul.
"Sebagai seorang gay di Afghanistan, Anda tidak dapat mengungkapkan jati diri Anda, bahkan kepada keluarga atau teman Anda.
"Jika saya mengungkapkan diri kepada keluarga saya, mungkin mereka akan memukuli saya, mungkin mereka akan membunuh saya," kata dia.
Meskipun dia menyembunyikan seksualitasnya, Abdul telah menikmati hidupnya di pusat kota yang semarak di negara itu.
"Studiku berjalan dengan sempurna. Ada kehidupan di kota, ada keramaian di kota."
Dalam kurun waktu seminggu, Abdul merasa telah kehilangan nyawanya.
"Tidak ada masa depan bagi kami," ujarnya.
"Saya rasa saya tidak akan pernah melanjutkan pendidikan saya. Saya telah kehilangan kontak dengan teman-teman saya. Saya tidak tahu apakah mereka baik-baik saja.
"Rekan saya terjebak di kota yang berbeda dengan keluarganya. Saya tidak bisa pergi ke sana, dia tidak bisa datang ke sini," ucapnya.
'Mereka akan membunuh orang-orang LGBT di tempat'
Ayah Abdul, yang bekerja untuk pemerintah, bersembunyi karena takut terhadap Taliban.
Sebagian besar perempuan yang Abdul kenal tidak akan meninggalkan rumah karena takut kehilangan nyawa.
Beberapa di antara teman perempuannya mengambil risiko untuk keluar rumah, tapi hanya jika ditemani di oleh kerabat laki-laki.
Selama sepekan terakhir, pikiran Abdul melayang ke tempat yang paling gelap.
"Saya mengalami depresi berat. Saya punya pikiran untuk menyelesaikan hal ini. Saya tidak ingin menjalani kehidupan seperti ini," kata dia.
"Saya ingin masa depan yang bisa saya jalani dengan bebas dan tidak ditunjukkan oleh orang-orang yang mengatakan Anda tidak bisa menjadi gay di sini."
Abdul tidak berharap dengan janji-janji Taliban untuk memimpin Afganistan dengan cara berbeda dibandingkan periode kekuasaan terakhir mereka.
"Bahkan jika Taliban menerima seorang perempuan di pemerintahan, di sekolah, mereka tidak akan pernah menerima orang gay atau LGBT. Mereka akan membunuh mereka semua di tempat."
Berbicara tentang rekaman orang Afghanistan yang berpegangan pada pesawat yang meninggalkan negara itu, Abdul mengatakan: "Mereka tidak gila."
"Mereka memiliki bisnis di sini. Mereka memiliki pekerjaan di sini. Mereka memiliki kehidupan yang baik di sini.
"Tapi mereka tidak gila bahwa mereka ikut terbang dengan bersembunyi di ban, mereka hanya sekarat. Mereka tahu mereka tidak aman."
'Saya punya hak untuk hidup bebas'
Abdul berkata, dia "menunggu untuk menemukan cara untuk keluar dari negara itu".
Ada beberapa badan amal dan juru kampanye yang mencoba membantu orang Afghanistan seperti Abdul.
Abdul mendengar bahwa Inggris berencana menerima 20.000 migran dari negaranya. Namun, kata dia, tidak ada yang tahu bagaimana untuk mendaftarkan diri.
Badan amal Inggris Stonewall telah meminta pemerintah Inggris untuk mulai membantu pengungsi LGBTQ+ Afghanistan untuk bertahan hidup, bermukim kembali, dan berkembang.
"Saya hanya ingin mengatakan, jika ada yang mendengar pesan saya, sebagai anak muda, saya memiliki hak untuk hidup bebas dan aman," kata Abdul.
"Saya berumur 21 tahun. Saya menghabiskan sepanjang hidup saya dalam perang, dalam ledakan bom, kehilangan teman, kehilangan kerabat.
"Doakan saja kami. Doakan kehidupan kami," ujarnya.