Cerita Orang Papua: Dipaksa Teriak Merdeka Tanpa Diberi Hak Kemerdekaan

Jum'at, 20 Agustus 2021 | 14:52 WIB
Cerita Orang Papua: Dipaksa Teriak Merdeka Tanpa Diberi Hak Kemerdekaan
Cerita Orang Papua: Dipaksa Teriak Merdeka Tanpa Diberi Hak Kemerdekaan. Ilustrasi Foto Orang Asli Papua. (Suara.com/Iqbal Asaputro)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - "Kalau ada yang bertanya orang Papua nasionalis atau tidak? Sebenarnya orang Papua itu nasionalis, orangnya, hatinya terbuka. Dia (orang Papua) tidak perlu dipaksakan."

Kalimat itu terlontar dari mulut Ambrosius Mulait, eks Tahanan Politik Papua sekaligus mahasiswa yang kerap aktif menyuarakan isu-isu mengenai Papua. Ia merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia. 

Awal cerita dimulai dari suguhan dua cawan kopi ketika saya sambangi Ambros di tempat yang disebutnya sebagai rumah singgah di Kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (18/8/2021) atau sehari setelah peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-76. 

Ngomong-ngomong soal kemerdekaan kata Ambros, orang-orang Papua selalu terkesan dipaksakan untuk ikut merayakan Kemerdekaan Indonesia. Semua terlihat setiap menjelang tanggal 17 Agustus. 

"Jadi seperti Indonesia hadir itu ketika ada momentum ada 17 Agustus saja. Jadi menjelang 17 Agustus sudah ada pembagian bendera," kata Ambros seraya menyalakan satu batang rokoknya. 

Eks Tahanan politik Papua, Ambrosius Mulait. (Suara.com/Bagaskara)
Eks Tahanan politik Papua, Ambrosius Mulait. (Suara.com/Bagaskara)

Ambros menyampaikan, bendera beserta tiang-tiangnya ada di setiap rumah-rumah warga serta sejumlah sudut jalan Papua karena memang dipasang bukan atas kehendak rakyat melainkan aparat. Tak hanya itu, bahkan aparat disebut masuk ke area Gereja untuk memasang sang Merah-Putih. 

Respons orang asli Papua sendiri terhadap hari kemerdekaan Indonesia disebut biasa-biasa saja. Ambros mengatakan, mereka baru mau mengikuti kegiatan hari kemerdekaan itu pun kalau aparat datang membawa bantuan lalu sekedar formalitas melakukan foto serta mengeluarkan pernyataan sikap. 

"Lalu muncul pertanyaan 'kenapa setiap tujuh belasan orang-orang Papua di Kantor-kantor tetap merayakan hari kemerdekaan?' saya jawab itu mereka kan terikat oleh sistem tapi kepribadiannya tidak seperti," tuturnya. 

Bagi Ambros secara idealismenya sulit untuk dia bisa ikut merayakan hari kemerdekaan RI. Pasalnya, ia hanya menganggap hari kemerdekaan Indonesia tak lebih dari sekedar seremonial belaka. 

Baca Juga: Baku Tembak di Ilaga, TPNPB-OPM Sebut TNI-Polri Telah Bakar Rumah-rumah Warga

1 Desember baginya merupakan hari kemerdekaan sesungguhnya. Biasanya bertepatan dengan hari itu ia dan kawan-kawan menggelar aksi turun ke jalan. Kata dia, represi menjadi hal pasti yang diterima ketika aksi dilakukan. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI