Suara.com - Dua hari lalu, Selasa (17/8/2021), Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-76. Lantas, apakah sudah ada kebebasan bagi pers -- bahkan terhadap jurnalis yang bekerja di dalamnya?
Dalam diskusi publik bertajuk "Jurnalis Merdeka Dari Pembungkaman: Fakta atau Mitos?", LBH Pers mencatat jika kebebasan pers memburuk pada tahun 2019 dan 2020. Banyak kasus yang kemudian banyak terjadi upaya kriminalisaai dan kekerasan terhadap wartawan.
Disebutkan Mona Ervita selaku perwakilan LBH Pers, kepolisian menjadi aktor yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis pada tahun 2020. Total, ada 76 kasus kekerasan yang melibatkan aktor dari Korps Bhayangkara.
"Kami mencatat polisi adalah aktor paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis, yakni sebanyak 76 kasus," kata Mona, Kamis (19/8/2021).
Baca Juga: Terpenjara karena Berita, Apa Artinya Merdeka Kalau Masih Ada UU ITE?
Kemudian, aktor kekerasan terhadap jurnalis juga datang dari jaksa dan TNI dengan rincian sebanyak dua kasus. Kemudian ada 12 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang aktornya tidak diketahui.
"Lalu ada 12 orang yang tidak diketahui --tapi yang paling bayak kasus peretasan atau doxing, kalau dilihat ada pelaku dari kepala daerah, dan bagi penegak hukum di si pelakunya adalah jaksa dua, TNI ada dua yang jadi aktor tindak kekerasan," jelasnya.
Sebagai aktor yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis, LBH Pers menyatakan jika Polri harus melakuan evaluasi. Setidaknya, perlu ada edukasi kepada para anggota kepolisian agar bisa humanis saat bekerja.
"Ini jadi PR untuk mereka akan pentingnya melakukan edukasi kepada anggota Polri, harus menjadi humanis dalam melakukan kerjanya," beber Mona.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sasmito Mardrim selaku Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Polisi masih menjadi aktor utama yang kerap melakukan kekerasan terhadap para jurnalis.
Baca Juga: Curhatan Jurnalis Wanita di Afghanistan saat Taliban Berkuasa: Doakan Saya
Merujuk pada data AJI Indonesia, sejak 2009 kasus kekerasan terhadap jurnalis terus mengalami peningkatan. Di tahun 2016 misalnya, total ada 81 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Bahkan, jumlah tersebut meningkat, dan jika dihitung sejak Mei 2020 hingga Mei 2021,total ada 90 kasus kekerasan. Kata Sasmito, kasus kekerasan ini berkaitan dengan pemberitaan yang dibuat oleh wartawan.
Tak hanya itu, di Mei 2021, jenis kekerasan terhadap jurnalis lebih condong pada bentuk intimidasi lisan. Kemudian, ada pula kasus yang melibatkan perusakan alat dan hasil liputan.
"Untuk Mei 2021, jenis kekerasan lebih banyak pada intimidasi lisan, kemudian disusul perusakan alat dan hasil liputan," kata Sasmito.
Sasmito menlanjutkan, kasus kekerasan terhadap jurnalis kerap terjadi saat ada peliputan di tengah massa aksi demonstrasi. Beberapa waktu ke belakang, memang kerap terjadi aksi massa yang melibatkan orang banyak, misalnya demo menolak UU KPK dan Omnibus Law - UU Cipta Kerja.
"Ini menggambarkan aparat kepolisian menjadi pelaku kekerasan dalam setahun terakhir. Ini memang perlu kita evaluasi dari dua data ini. Kira-kira strategi apa yang harus dilakukan. Ironinya pelakunya sebagian besar adalah polisi," tandas Sasmito.