Cerita dari Sintang: Kala Kemerdekaan Beragama Tak Sehebat Umur 76 Tahun Indonesia Merdeka

Kamis, 19 Agustus 2021 | 09:37 WIB
Cerita dari Sintang: Kala Kemerdekaan Beragama Tak Sehebat Umur 76 Tahun Indonesia Merdeka
Sejumlah warga Ahmadiyah di Dusun Harapan Jaya, Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat usai masjid tempatnya beribadah disegel jelang hari Kemerdekaan RI ke-76. (Foto: dok. Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kata Yendra, sering terjadi mereka diminta untuk mengucap Dua Kalimat Syahadat kembali, sebagai bukti mereka telah meninggalkan keyakinan yang sebelumnya dianut.

“Sebenarnya itu lucu. Lucunya apa? Maksudnya seperti pemerintah itu mengajarkan kemunafikan, kalau kebetulan Ahmadiyah, syahadatnya sama. Enggak masalah. Pada kasus-kasus lain, kalau misalnya kita melihat dulu, waktu di jaman orde baru banyak orang menjadi muslim, padahal (menganut suatu) kepercayaan (lain). Tapi kalau dia tetap pada keyakinannya akan menimbulkan masalah administrasi, ya sudah dia mengaku muslim. Syahadat ya syahadat saja,”

“Walaupun realitanya berbeda. Pertanyaannya untuk apa? Jadi agama kemudian menjadi kepura-puraan, hanya sekedar identitas di KTP, sama jadi seperti main-main malah. Mengucap dua kalimat syahadat itu mudah, apa susahnya, yang susah itu melaksanakan. Apa itu tujuannya (hanya untuk sebuah identitas di KTP),” sambungnya.

Yendra pun menegaskan, sudah saatnya negara kembali kepada konstitusi. Negara hadir memberikan perlindungan dan pelayanan.

“Memberikan layanan publik bagi seluruh warganya, selesai sudah, mau orang punya KTP, haknya dikeluarkan. Hak buku nikah dikeluarkan, kan seperti itu. Tidak ada urusan dengan keyakinan, karena keyakinan kan dalam hati, antar dirinya dengan tuhan,” tegasnya.

Diskriminasi Menjadi PNS, TNI dan Polri

Jemaah Ahmadiyah sedang mendengar ceramah sembari menunggu waktu berbuka puasa Ramadan di Masjid Al Mubarak, Jalan Moch Kahfi, Jagakarsa, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (12/5/2019). [Suara.com/Erick Tanjung]
Jemaah Ahmadiyah sedang mendengar ceramah sembari menunggu waktu berbuka puasa Ramadan di Masjid Al Mubarak, Jalan Moch Kahfi, Jagakarsa, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (12/5/2019). [Suara.com/Erick Tanjung]

Bermimpi menjadi pegawai negeri sipil (PNS), Polisi, atau TNI masih sangat sulit untuk diraih para penganut Ahmadiyah. Latar belakang identitas keyakinan mereka menjadi penghalang.

“Kalau misalnya ketahuan Ahmadiyah itu sangat sulit kariernya. Baik itu di ASN/PNS, baik itu ketentaraan, atau pun di kepolisian,” ungkap Yendra.

Padahal menurutnya, dalam seleksi menjadi PNS, Tentara dan Polri, tidak ada aturan tertulis yang menegaskan penganut Ahmadiyah tidak dilarang untuk mendaftar.

Baca Juga: Hentikan Pembangunan Masjid Ahmadiyah, Bupati Garut Dikecam

“Tetapi faktanya di lapangan, pasti dianggap mengikuti suatu organisasi, ada suatu screening-kan, mengikuti organisasi apa. Pada saat ketahuan, biasanya menjadi bahan permasalahan, apalagi menjadi tokoh politik pasti bermasalah lagi kan,” ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI