Suara.com - Warga Afganistan yang terpaksa mengungsi setelah Taliban menguasai kembali negara itu, merasa dikhianati oleh militernya sendiri dan juga NATO.
Jalal, seorang warga negara Afganistan, sangat mengkhawatirkan kondisi keluarganya. "Keluarga saya saat ini ada di Kabul, di sebuah tempat persembunyian, tapi Taliban menggeledah setiap rumah,” ungkapnya kepada DW, dengan menyebutkan nama samaran untuk melindungi keluarganya.
"Mereka menggedor rumah-rumah, mencari orang-orang yang bekerja dengan pemerintah atau militer Afganistan, atau jika mereka memiliki senjata atau amunisi,” tambahnya.
Dia mengatakan, istrinya yang merupakan anggota organisasi masyarakat sipil Jaringan Perempuan Afganistan (AWN) juga tengah bersembunyi dalam ketakutan.
Baca Juga: Jual Opium Jadi Pendapatan Utama Taliban
Menurutnya, bandara di Kabul telah diputus oleh Taliban, dan semua perbatasan jalan telah ditutup.
"Situasinya sangat menakutkan dan mengerikan.” "Ideologi saya selalu menentang Taliban dan rezim mereka,” kata Jalal.
"Saya tumbuh dengan pendidikan Barat di mana politik dan ide-ide sosial tidak pernah dapat diterima oleh mereka. Saya dan keluarga telah diancam berkali-kali oleh Taliban,” tambahnya.
Keputusasaan di Afganistan
"Kami tidak mengharapkan ini terjadi,” ujar Jalal merespons pengambilalihan Kabul oleh Taliban.
Baca Juga: 'Kalian Punya Arloji, Kami Punya Waktu', Taliban yang Baik dan yang Buruk
"Presiden kami mengatakan bahwa ada proses perdamaian yang sedang berlangsung, dan akan ada pemerintahan sementara yang didahulukan, dan akan ada transisi kepada Taliban. Tapi situasinya sangat cepat berubah.”
Jalal mengaku tidak percaya dengan Taliban yang berjanji untuk tidak melakukan pembalasan.
"Mereka adalah manipulator, mereka berbohong sekarang untuk menenangkan warga,” ujarnya.
Ia mengklaim bahwa Taliban telah membunuh orang-orang di provinsi yang mereka duduki.
"Saya benar-benar yakin 100% bahwa mereka memiliki daftar orang-orang yang telah bekerja dengan pemerintah, yang mengatakan hal-hal buruk tentang Taliban, dan mereka akan membalas dendam."
Sementara itu penanganan penarikan cepat pasukan NATO dari Afganistan disebut Jalal sangat buruk. "Contohnya pangkalan udara Bagram,” katanya.
"Mereka pergi di malam hari tanpa memberi tahu siapa pun. Mereka telah mengkhianati Afganistan.”
Jalal juga mengaku kehilangan kata-kata dengan respons dari militer Afganistan. "Saya tidak bisa memproses situasi yang terjadi di Afganistan,” ujarnya.
"Mengapa mereka pergi? Mengapa tidak ada satu peluru pun yang ditembakkan (saat Kabul jatuh)? Saya tidak tahu mengapa semua ini terjadi tanpa pertempuran antara tentara kami dan Taliban.”
Nasib warga Afganistan di Jerman
Pada konferensi pers reguler pada Senin 16/08), pemerintah Jerman mengakui bahwa ribuan warga Afganistan yang telah bekerja membantu pemerintah dan militer Jerman masih terjebak di Kabul, meskipun ada jaminan bahwa mereka akan diberikan suaka di Jerman.
Namun, lamanya penundaan dalam pemberian visa telah menyebabkan kebingungan birokrasi. Beberapa media Jerman melaporkan bahwa meskipun para pembantu itu seharusnya diberitahu ke mana tepatnya di Jerman mereka harus pergi, seringkali mereka justru dibiarkan mengatur perjalanannya sendiri.
Ini artinya, saat mereka tiba di Jerman, tidak ada yang memberi tahu ke mana mereka harus pergi. Dalam beberapa kasus, kerabat yang berada di Jerman terpaksa harus menghubungi rumah pengungsi untuk mengatur tempat penampungan bagi pendatang baru tersebut.
Jalal sendiri mengaku visanya akan habis masa berlakunya pada 31 Agustus mendatang. Namun, mengingat buruknya situasi di Afganistan, kecil kemungkinan ia akan terbang kembali sekarang.