Suara.com - Amerika Serikat dikecam banyak pihak lantaran menarik pasukannya dari Afganistan, yang menyebabkan kembalinya kelompok puritan Taliban ke tampuk kekuasaan.
Padahal, AS pula lah yang memulai invansi terhadap Afganistan satu dekade silam atas nama demokrasi, dan meruntuhkan rezim Taliban.
Namun, Presiden AS Joe Biden berkukuh membela keputusannya tersebut.Presiden AS Joe Biden pada hari Senin (16/8/2021) kembali menegaskan bahwa keputusannya menarik pasukan dari Afganistan adalah keputusan "yang tepat bagi Amerika.”
Hal itu diutarakannya dalam pidato televisi pertamanya sejak Taliban mengklaim kemenangan di Afganistan pada Minggu (15/06) malam.
Baca Juga: Ada Usul Rizieq Shihab Ditaruh di Afghanistan, Jadi Dubes RI Pemerintahan Taliban, Cocok?
"Saya tetap pada keputusan saya. Setelah 20 tahun, saya belajar dengan cara yang sulit bahwa tidak pernah ada waktu yag tepat untuk menarik pasukan,” kata Biden.
Pasukan Afganistan dituding enggan melawan Taliban Meskipun Biden mengakui bahwa Afganistan runtuh lebih cepat dari yang diperkirakan, ia bersikeras bahwa AS telah melakukan "perencanaan untuk setiap kemungkinan.”
Di saat yang sama, ia juga melempar kesalahan kepada pasukan Afganistan. "Kenyataannya adalah: ini terungkap lebih cepat dari yang kami perkirakan. Jadi apa yang terjadi? Para pemimpin politik Afganistan menyerah dan melarikan diri dari negara itu. Militer Afganistan menyerah, kadang tanpa upaya untuk melawan,” kata Biden.
"Pasukan Amerika tidak bisa dan tidak seharusnya berperang dan mati dalam perang di mana pasukan Afganistan sendiri tidak mau berjuang untuk dirinya sendiri,” tambahnya.
Biden telah banyak menerima kritikan baik dari dalam negeri maupun secara internasional. Namun, Biden mengaku lebih memilih dikritik daripada harus menyerahkan keputusan kepada presiden lain.
Baca Juga: HUT RI, Biden: Atas Nama AS, Saya Ucapkan Salam Hangat Pada Bapak dan Rakyat Indonesia
Ia menyinggung bahwa dirinya "mewarisi” kesepakatan yang sebelumnya telah dinegosiasikan oleh pendahulunya, mantan Presiden AS Donald Trump, dengan Taliban.
Biden mengatakan bahwa AS akan terus mendorong diplomasi regional dan berbicara untuk hak-hak dasar rakyat Afganistan.
Sementara jika Taliban menyerang personel AS atau menganggu operasi militer yang sedang berlangsung di bandara Kabul, Biden berjanji akan menanggapinya dengan kekuatan.
Biden juga mengatakan bahwa perang yang lebih lama di Afganistan hanya akan menguntungkan "pesaing strategis sejati” dari Washington.
Moskow dan Beijing "hanya ingin agar AS terus menghabiskan miliaran dolar untuk sumber daya dan perhatian dalam menstabilkan Afganistan,” kata Biden.
Biden di bawah tekanan
Biden telah menuai banyak kecaman karena keputusannya menarik pasukan dari Afganistan.
Kecaman muncul bahkan dari sekutu NATO sendiri. Di antara mereka yang kritis adalah Ketua Partai Uni Kristen Demokrat (CDU) Jerman, Armin Laschet, yang mengatakan bahwa penarikan pasukan itu memalukan bagi aliansi.
"Ini adalah bencana terbesar yang dialami NATO sejak didirikan,” ujarnya. Sementara itu, Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengatakan pengambilalihan Afganistan oleh Taliban mencerminkan "kegagalan komunitas internasional.”
"Kita semua tahu bahwa Afganistan belum selesai. Ini adalah masalah yang belum selesai bagi dunia, dan dunia perlu membantunya,” ujarnya kepada televisi BBC.
Wallace menyatakan bahwa intervensi di Afganistan tidak sepenuhnya sia-sia, tetapi ia menuding kekuatan Barat berpandangan sempit secara politik.
"Jika ini merupakan kegagalan, maka ini adalah kegagalan komunitas internasional karena tidak menyadari bahwa Anda tidak dapat memperbaiki keadaan hanya dalam semalam,” katanya.
Dalam sebuah pernyataan tertulis pada hari Sabtu (14/08), Biden membela keputusan penarikan pasukan yang ia lakukan dengan menyebutnya sebagai satu-satunya pilihan.
"Satu tahun lagi, atau lima tahun lagi, kehadiran militer AS tidak akan membuat perbedaan jika militer Afganistan tidak dapat atau tidak akan mempertahankan negaranya sendiri,” ujarnya.