Suara.com - Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan angkat bicara terkait hasil penyelidikan Komnas HAM yang menemukan 11 pelanggaran hak asasi manusia dalam Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Hal itu disampaikan Novel melalui akun Twitternya @nazaqistsha dengan mencantumkan 11 foto pelanggaran TWK yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia.
"Menjelang HUT RI yang ke-76, kita simak Komnas HAM telah berhasil ungkap fakta bahwa TWK KPK dilakukan secara terselubung dan ilegal untuk singkirkan 75 pegawai KPK tertentu," kata Novel, Senin (16/8/2021).
Novel pun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Komnas HAM yang tetap menjaga integritas dan keberaniannya dalam mengusut TWK. "Terima kasih Komnas HAM telah tunjukan integritas dan keberanian. #panjangumurperjuangan," ujarnya
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil: Jokowi Harus Angkat Status 75 Pegawai KPK Jadi ASN
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan menyampaikan 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses TWK KPK.
“Berdasarkan hal tersebut dan keseluruhan konstruksi peristiwa penyelenggaraan asesmen TWK merupakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, ditinjau dari sisi kebijakan, tindakan atau perlakuan, dan ucapan (pertanyaan dan pernyataan) yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia,” kata dia.
Adapun 11 bentuk pelanggaran HAM tersebut, di antaranya hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, dan hak untuk tidak didiskriminasi. Lalu hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, hak atas informasi, hak atas privasi, hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat, serta hak atas berpartisipasi.
Jelas Munafrizal, hak atas keadilan dan kepastian hukum yang diduga dilanggar dalam proses TWK adalah dapat dibuktikan dengan penyusunan Perkom KPK Nomor 1 tahun 2021 yang berujung pada 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS).
“Yang menyebabkan tercabutnya hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap pegawai yang TMS sebagaimana dijamin dalam Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,” kata Munafrizal.
Baca Juga: Komnas HAM: Komitmen HAMFirli Cs Dipertanyakan, Jika Tak Jalankan Rekomendasi
Kemudian hak perempuan, ditemukan tindakan atau perbuatan yang merendahkan perempuan. Bahkan melecehkan perempuan dalam penyelenggaraan asesmen sebagai bentuk kekerasan verbal dan merupakan pelanggaran atas hak perempuan yang dijamin dalam ketentuan Pasal 49 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW). "Misalnya pertanyaan tentang status perkawinan, alasan bercerai, dan ingatan terhadap rasa berhubungan badan,” papar Munafrizal.
Selain itu dalam temuan Komnas HAM, proses TWK dalam peralihan menjadi ASN hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 adalah bentuk upaya untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK.
"Diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan backroud tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau terlabel Taliban," kata Komisioner Bidang Pendindakan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam.
Pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap pegawai KPK tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. "Baik faktual maupun hukum, sebagai bentuk pelanggaran HAM. Stigmatisasi maupun pelabelan terhadap seseorang merupakan salah satu permasalahan serius dalam konteks HAM," ujar Anam.
"Telah terjadi pemutusan hubungan kerja pegawai KPK melalui alih status dalam assesmen TWK. Penggunaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja melalui proses ali status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi," sambung Anam membacakan temuan Komnas HAM.