Abuse of Power, Komnas HAM Sebut Isu Taliban Sengaja Dipakai untuk Singkirkan Novel Dkk

Senin, 16 Agustus 2021 | 18:06 WIB
Abuse of Power, Komnas HAM Sebut Isu Taliban Sengaja Dipakai untuk Singkirkan Novel Dkk
Abuse of Power, Komnas HAM Sebut Isu Taliban Sengaja Dipakai untuk Singkirkan Novel Dkk. Penyidik KPK Novel Baswedan. [ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Nasional Hak Asas Manusia (Komnas HAM) menemukan dugaan tindakan sewenang-wenang  atau abuse of power  terkaitproses tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara. Tindakan sewenang-wenang itu, disebut Komnas HAM, yakni dengan cara menghebuskan isu Taliban diinternal KPK. 

Akibat hal itu, sebanyak 75 pegawai KPK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan dinonaktifkan. 

“Penyelenggaraan maupun penyelenggara dalam proses asesmen ((TWK) tersebut  pun tidak memenuhi prinsip profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas, sehingga patut diduga proses tersebut dilakukan secara sewenang-wenang (abuse of power), tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bahkan terdapat unsur kesengajaan yang terencana dalam penyelenggaraannya maupun pasca penyelenggaraan,” kata Komisioner Komnas HAM, Amiruddin saat konperensi pers secara daring, Senin (16/8/2021).

Tindakan sewenang-wenang terhadap  pegawai KPK nonaktif berdasarkan isu pelabelan Taliban  yang ditujukan kepada mereka. 

Baca Juga: Komnas HAM: Ada Intimidasi dalam Proses TWK KPK Hingga Pelecehan Terhadap Perempuan

“Pelabelan Taliban di dalam internal KPK sengaja dikembangkan dan dilekatkan kepada pegawai KPK dengan latar belakang tertentu sebagai bagian dari identitas maupun praktik keagamaan tertentu,” kata Amiruddin. 

Padahal, berdasarkan temuan Komnas HAM, stigma atau label tersebut sangat erat kaitannya dengan aktivitas kerja profesional pegawai KPK.

“Tidak hanya itu, label ini juga melekat pada pegawai KPK yang tidak bisa dikendalikan. Padahal, karakter kelembagaan KPK atau internal KPK merujuk pada kode etik lembaga justru memberikan ruang untuk bersikap kritis dalam melakukan kontrol internal maupun kerja-kerja penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” ungkapnya. 

Karenanya Komnas HAM menyebutkan, proses alih status Pegawai KPK menjadi ASN melalui Asesmen TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau terlabel Taliban.

Menggunakan stigma itu, menjadi basis dasar pembebastugasan yang mengarah pada PHK melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi. 

Baca Juga: Komnas HAM Temukan 11 Pelanggaran HAM Dalam Proses TWK KPK

“Hal ini terlihat dari perubahan mandat dan substansi alih status dari pengangkatan menjadi pengalihan hingga akhirnya disepakati menjadi asesmen atau seleksi dalam dinamika diskursus pembentukan Perkom KPK No. 1 Tahun 2021 yang menjadi pedoman tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN,” jelas Amiruddin. 

Seperti diketahui penyidik senior KPK nonaktif, Novel Baswedan bersama sejumlah pegawai yang tidak lolos TWK melaporkan oknum pimpinan KPK ke Komnas HAM. 

"Ada tindakan yang sewenang-wenang dilakukan dengan sedemikian rupa. Efek dari tindakan sewenang-wenang itu banyak pelanggaran HAM," kata  Novel Baswedan beberapa waktu lalu. 

Novel mengatakan terdapat beberapa hal yang disampaikan kepada Komnas HAM di antaranya terkait penyerangan privasi, seksualitas hingga masalah beragama. 

Menurut dia, hal itu sama sekali tidak pantas dilakukan dan sangat berbahaya. Novel meyakini TWK hanya bagian untuk menyingkirkan pegawai yang bekerja dengan baik dan berintegritas.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI