Suara.com - Komisi Nasionakl Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan ada 11 pelanggaran dalam proses tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), beberapa waktu lalu.
Komnas HAM menyatakan, temuan tersebut termasuk dalam pelanggaran HAM. Lantaran itu, lembaga tersebut mengeluarkan rekomendasi untuk mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil alih seluruh proses penyelenggaraan TWK KPK yang menyebabkan 75 pegawai dinonaktifkan.
“Terkait Penyelenggaraan asesmen TWK dalam rangka alih status Pegawai KPK menjadi ASN, Komnas HAM RI menyampaikan rekomendasi kepada Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan selaku pejabat pembina kepegawaian tertinggi untuk mengambil alih seluruh proses penyelenggaraan asesmen TWK Pegawai KPK,” kata Ketua Komisioner Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konperensi pers daring, Senin (16/8/2021).
Dalam desakan tersebut, setidaknya ada lima rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM di antaranya;
Baca Juga: Ditolak Firli Cs, Ombudsman Mau Laporkan Temuan Maladministrasi TWK KPK ke Jokowi dan DPR
- Memulihkan status Pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) KPK yang dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan Bapak Presiden RI yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik. Hal mana sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 70/PUU-XVII/2019 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar disain yang telah ditentukan tersebut Mengingat MK berperan sebagai pengawal konstitusi dan hak konstitusional, maka pengabaian atas pertimbangan hukum dalam putusan MK tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk pengabaian Konstitusi.
- Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap Pegawai KPK.
- Melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh pejabat Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan asesmen TWK Pegawai KPK agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi azas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia.
- Perlu adanya penguatan terkait wawasan kebangsaan, hukum dan hak asasi manusia dan perlunya nilai-nilai tersebut menjadi code of conduct dalam sikap dan tindakan setiap aparatur sipil negara.
- Pemulihan nama baik pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Atas sejumlah rekomendasi itu Komnas HAM meminta Presiden Jokowi untuk menindaklanjutinya segera.
“Laporan pemantauan dan enyelidikan ini akan disampaikan kepada Presiden RI. Komnas HAM RI berharap agar rekomendasi dimaksud dapat segera mendapat perhatian dan tindak lanjut Bapak Presiden RI,” kata Taufan.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan menemukan 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses (TWK) terkait alih status pegawai KPK menjadi ASN.
“Berdasarkan hal tersebut dan keseluruhan konstruksi peristiwa penyelenggaraan asesmen TWK merupakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, ditinjau dari sisi kebijakan, tindakan atau perlakuan, dan ucapan (pertanyaan dan pernyataan) yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia,” kata dia.
Adapun 11 bentuk pelanggaran HAM tersebut, di antaranya hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak untuk tidak didiskriminasi, hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak atas pekerjaan, hak atas rasa aman, hak atas informasi, hak atas privasi, hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat, serta hak atas berpartisipasi.
Baca Juga: Hasil Penyelidikan Komnas HAM: TWK Diduga Kuat jadi Alat untuk Singkirkan 75 Pegawai KPK
Jelas Munafrizal, hak atas keadilan dan kepastian hukum yang diduga dilanggar dalam proses TWK adalah dapat dibuktikan dengan penyusunan Perkom KPK Nomor 1 tahun 2021 yang berujung pada 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS).
“Yang menyebatkan tercabutnya hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap pegawai yang TMS sebagaimana dijamin dalam Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,” kata Munafrizal.
Kemudian hak perempuan, ditemukan tindakan atau perbuatan yang merendahkan perempuan.
“Dan bahkan melecehkan perempuan dalam penyelenggaraan asesmen sebagai bentuk kekerasan verbal dan merupakan pelanggaran atas hak perempuan yang dijamin dalam ketentuan Pasal 49 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW). Misalnya pertanyaan tentang status perkawinan, alasan bercerai, dan ingatan terhadap rasa berhubungan badan,” papar Munafrizal.
Selain itu dalam temuan Komnas HAM, proses TWK dalam peralihan menjadi ASN hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 adalah bentuk upaya untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK.
"Diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan backroud tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau terlabel Taliban," kata Komisioner Bidang Pendindakan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam.
Pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap pegawai KPK tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Baik faktual maupun hukum, sebagai bentuk pelanggaran HAM. Stigmatisasi maupun pelabelan terhadap seseorang merupakan salah satu permasalahan serius dalam konteks HAM," kata Anam.
"Telah terjadi pemutusan hubungan kerja pegawai KPK melalui alih status dalam assesmen TWK. Penggunaan stigma dan label Taliban menjadi basis dasar pemutusan hubungan kerja melalui proses ali status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi," sambung Anam membacakan temuan Komnas HAM.
Kemudian disebutkan, penyelenggaraan assesmen TWK dalam proses alih status pegawai KPK tidak semata-mata melaksanakan perintah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 yang merupakan revisi dari UU KPK nomor 30 tahun 2002 dan PP Nomor 41 tahun 2020, namun memiliki intensi lain.
"Revisi undang-undang tersebut digunakan sebagai momentum untuk meneguhkan keberadaan stigma dan label tersebut di dalam internal KPK," tegas Anam.
Di samping itu, usulan, atensi dan intensi pimpinan KPK dalam proses perumusan, penyusunan dan pencantuman assesmen TWK dalam Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021, ditambah adanya keputusan di level pimpinan dan/atau kepala lembaga, serta menteri terkait dua klausal.
"Assesmen TWK dan bekerja sama dengan Badan Kepegawaain (BKN) yang dapat dipahami sebagai bentuk perhatian lebih dan serius dibandingkan subtansi pembahasaan dibandingkan subtansi pembahasan lain dalam draf perkom, sebagai proses tidak lazim, tidak akuntabel dan tidak bertanggung jawab," kata Anam.
Seperti diketahui penyidik senior KPK nonaktif, Novel Baswedan bersama sejumlah pegawai yang tidak lolos TWK melaporkan oknum pimpinan KPK ke Komnas HAM.
"Ada tindakan yang sewenang-wenang dilakukan dengan sedemikian rupa. Efek dari tindakan sewenang-wenang itu banyak pelanggaran HAM," kata Novel Baswedan beberapa waktu lalu.
Novel mengatakan terdapat beberapa hal yang disampaikan kepada Komnas HAM di antaranya terkait penyerangan privasi, seksualitas hingga masalah beragama.
Menurut dia, hal itu sama sekali tidak pantas dilakukan dan sangat berbahaya. Novel meyakini TWK hanya bagian untuk menyingkirkan pegawai yang bekerja dengan baik dan berintegritas.