Suara.com - Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif, Hotman Tambunan, menyebut Badan Kepegawaian Negara (BKN) seharusnya megedepankan transparansi terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK beralih menjadi PNS.
Hal itu disampaikan Hotman sekaligus menanggapi konferensi pers Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf yang menyebut tidak ada pasal yang disisipkan oleh KPK terkait dalam TWK.
"Sama dengan Pimpinan KPK, seharusnya seluruh Pimpinan Lembaga Negara, termasuk Wakil Kepala BKN, mengedepankan kepastian hukum, transparansi, akuntabilitas, dan menghormati Hak Asasi Manusia," kata Hotman dalam keterangannya, Sabtu (14/8/2021).
Dalam temuan Ombudsman RI sebelumnya sudah sangat jelas bahwa adanya proses maladministrasi dalam pelaksanaan TWK. Sehingga, Ombudsman memberikan langkah korektif terhadap KPK.
Baca Juga: BKN: Hasil TWK Pegawai KPK Termasuk Dokumen Rahasia
Namun, kata Hotman, BKN malah menjadi pembela kepada pimpinan KPK yang sepatutnya BKN mengedepankan kepastian hukum dan transparansi.
Hotman merupakan perwakilan 57 pegawai KPK yang tak lulos menjadi ASN menyatakan benar pasal TWK dilakukan pada akhir pembahasan Januari 2021.
"Padahal pembahasan antar instansi dengan melibatkan para ahli sudah menyepakati tidak diperlukan adanya TWK," ucap Hotman.
"Penyisipan pasal ini disebut jelas terbukti oleh Ombudsman, berdasarkan bahan yang diserahkan KPK dan lembaga lain yang diklarifikasi dalam proses pemeriksaan, sehingga mengubah rezim alih status menjadi seleksi," Hotman menambahkan
Kemudian, kata Hotman, draf yang ada di portal KPK adalah rancangan awal yang tidak mencantumkan adanya tes asesmen TWK, yakni draft yang dibuat November 2020 dan tidak pernah diperbarui. Apalagi, draf yang mencantumkan adanya TWK tidak pernah diunggah di Portal KPK.
Baca Juga: Peneliti Pukat UGM Heran dengan KPK yang Balik Tuding Ombudsman RI Lakukan Maladministrasi
"Bagaimana bisa mengunggah draf Perkom yang memuat pasal TWK, sementara pasal tersebut muncul pada dua hari terakhir dan di sanalah dimasukkan pasal TWK," kata Hotman.
Maka itu, Hotman menilai BKN tentu tak memahami tentang penyisipan pasal TWK ini. Sebab, beberapa proses pembahasan Perkom 1 Tahun 2021 berlangsung secara internal, yang tentu saja tidak melibatkan BKN.
"Dalam poin ini, BKN tampak sangat ingin ikut membela pimpinan KPK yang menyisipkan pasal TWK," tegas Hotman.
Hotman pun kembali menegaskan bahwa pimpinan KPK sudah mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo yang menyebut peralihan pegawai KPK menjadi ASN dalam TWK jangan sampai ada yang dirugikan. Apalagi, ditambah dengan temuan Maladministrasi proses pelaksanaan TWK oleh Ombudsman RI.
"Dalam arahan presiden jelas disebutkan proses alih status tidak boleh merugikan dan mengurangi hak pegawai," ucapnya.
Hotman menegaskan jika memang para pimpinan lembaga negara serius menindaklanjuti dan melaksanakan arahan Presiden, seharusnya tidak terjadi pemisahan 51 Pegawai yang tidak dapat dibina dan 24 Pegawai yang masih dapat dibina.
"Sebab, secara nyata, Presiden mengatakan bahwa 75 Pegawai TMS tidak dapat diberhentikan melalui proses Asesmen TWK," imbuhnya.
Sebelumnya Supranawa mengatakan bahwa tidak ada penyisipan ayat mengenai TWK sebagai proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.
"Dalam UU ASN nyata-nyata disebutkan untuk menjadi ASN harus ada seleksi meliputi kompetensi dasar dan bidang. Kompetensi dasar ada yang disebut wawasan kebangsaan di samping karakteristik pribadi dan umum, jadi ada TWK dalam proses seleksi," ujar Supranawa.
Menurut Supranawa, sebagai ASN atau PNS, setiap pengangkatan, naik jabatan atau mutasi, harus mengucapkan sumpah atau janji terkait kesetiaan.
"Dalam diskusi berkembang apakah cukup pernyataan. Ini kan bukan bicara pengetahuan, nilai manusia seperti apa pada akhirnya disepakati ada pasal TWK tersebut dan kami tidak 'concern' pada siapa yang usulkan tapi 'concern' pada substansinya," kata Supranawa.