Suara.com - Masih banyak masyarakat tidak melakukan pengaduan tentang layanan kesehatan yang buruk di era pandemi Covid-19. Demikian tren negatif dari temuan penelitian yang dilakukan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI).
Survei yang berlangsung di enam kota dan kabupaten ini dilakukan dalam rangka meninjau akses dan layanan kesehatan selama pandemi Covid-19. Penelitian dengan responden dari sektor perempuan ini berlangsung di Semarang, Padang, Malang, Surabaya, Makassar, dan Kabupaten Tangerang.
"Masih banyak responden yang tidak mengetahui bahwa mereka berhak melakukan pengaduan apabila mendapatkan layanan kesehatan yang tidak sesuai atau buruk," kata Peneliti Lembaga Demografi FEB UI, Alfindra Primaldhi, Jumat (13/8/2021).
Dari total 540 responden perempuan, kata Alfindra, lebih banyak yang pernah mengurungkan niat untuk melakukan pengaduan dibandingkan responden yang melanjutkan melakukan pengaduan. Sebab, mereka merasa pengaduan tidak berguna hingga takut dipermasalahkan oleh pihak yang menyelenggarakan fasilitas kesehatan.
Baca Juga: Survei INFID: Warga Dapat Info Faskes Covid-19 Bukan dari Pemerintah
"Hal ini menunjukkan penting untuk dilakukan peningkatan pengetahuan akan hak warga dalam mendapatkan layanan kesehatan yang layak, dan teknik proseduralnya," jelas dia.
Menurut Alfindra, rasa aman juga sangat diperlukan agar warga bisa mengadu soal fasilitas kesehatan di era pandemi Covid-19 tersebut.
Sumber Info Fakses Covid Bukan dari Pemerintah
Alfindra mengatakan, hasil penelitian pun menunjukkan jika warga sejauh ini mendapatkan informasi akses dan layanan kesehatan tidak dari sumber resmi pemerintah. Dalam konteks ini, para responden mendapat sumber informasi melalui warga sekitar dan sosial media.
"Walaupun mayoritas responden mengetahui status ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di daerahnya, sumber informasi utama mereka adalah dari warga sekitar, atau melalui saluran komunikasi informal seperti sosial media," jelasnya.
Baca Juga: Cegah Kasus Gangguan Jiwa Dampak Pandemi, Dinkes DKI Libatkan Kader PKK
Dengan demikian, hal itu menunjukkan jika sosialisasi informasi layanan dan fasilitas kesehatan melalui kanal formal pemerintah belum berjalan maksimal. Selain itu, terdapat kendala dalam penyampaiannya.
Penelitian itu juga menemukan fakta jika informasi layanan kesehatan untuk perempuan tidak banyak diketahui warga. Alfindra menyebut, masih banyak responden yang tidak mendapatkan informasi terkait layanan kesehatan khusus perempuan di daerahnya.
"Mayoritas responden tidak tahu apakah fasilitas kesehatan di daerah mereka memberikan layanan kesehatan preventif maupun kuratif khusus perempuan atau tidak," beber dia.
Alfindra melanjutkan, masih banyak pula responden yang melaporkan tidak adanya layanan kesehatan khusus perempuan di daerahnya. Sebab, partisipasi warga dalam kegiatan sosialisasi pengarusutamaan layanan kesehatan untuk perempuan masih rendah.
"Maka sosialisasi pengarusutamaan layanan kesehatan pada perempuan di fasilitas kesehatan perlu ditingkatkan, serta untuk memotivasi warga untuk bepartisipasi dalam kegiatan sosialisasi tersebut," imbuh Alfindra.
Diketahui, penelitian ini menyasar sebanyak 540 responden dan dibagi 90 responden di setiap lokasi penelitian. Proses pengambilan data dilakukan dengan wawancara tatap muka dan berlangsung pada April 2021 lalu.
Dalam hal ini, para responden adalah perempuan berusia 30 sampai 49 tahun. Kebanyakan, para responden adalah ibu rumah tangga yang tidak mempunyai penghasilan sendiri. Sedangkan, responden yang memiliki penghasilan sendiri, angkanya berkisar antara Rp. 1 juta hingga Rp. 2,5 juta.